TEMPO.CO, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memprediksikan elektabilitas Joko Widodo atau Jokowi sebagai petahana calon Presiden RI dalam pemilihan presiden 2019 ada di posisi tertinggi. Meski demikian, elektabilitas Jokowi yang terbilang tinggi tersebut tak membuat posisinyanya aman melawan para capres lainnya.
“Elektabilitas Jokowi sebagai petahana masih tertinggi dibanding capres lainnya. Namun, posisi elektabilitasnya belum aman,” kata Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, di kantornya pada Jumat, 2 Februari 2018.
LSI Denny JA menggelar survei untuk memprediksi elektabilitas Jokowi dan kandidat capres lainnya dalam Pilpres 2019. Survei itu digelar pada 7–14 Januari 2018 terhadap 1.200 responden.
Baca: PolMark: Jokowi Unggul Telak Atas Prabowo di Luar Jawa Sumatera
Hasil survei menyebutkan bahwa elektabilitas Jokowi saat ini mencapai 48,50 persen. Sementara, elektabilitas gabungan kandidat capres pesaing Jokowi sebesar 41,20 persen. Sedangkan sebanyak 10,3 persen responden lainnya belum menentukan pilihan.
Elektabilitas Jokowi yang tinggi itu juga disebabkan oleh kepuasan masyarakat atas kinerjanya selama ini. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi mencapai lebih dari 70 persen.
Meski demikian, kata Adjie, elektabilitas Jokowi masih belum menyentuh angka 50 persen atau lebih. Sehingga, bukan tidak mungkin kandidat lainnya dapat menyalip Jokowi. Adjie mengatakan penyebab Jokowi belum aman adalah tiga isu, yakni permasalahan ekonomi, isu primordial, dan isu buruh negara asing.
Baca: LSI: Pendamping Jokowi dan Prabowo di Pilpres Harus Tokoh Islam
Berdasarkan survei, sebanyak 52,6 persen responden menyatakan harga kebutuhan pokok makin memberatkan. Sebesar 54 persen responden juga mengaku kesulitan mencari lapangan pekerjaan. Tingkat pengangguran juga dianggap meningkat oleh sebanyak 48,4 persen responden.
Jokowi juga disebut rentan terhadap isu primordial. LSI Denny JA memprediksikan isu agama akan kembali menguat setelah Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
Elektabilitas Jokowi, kata Adjie, terancam karena pemikirannya yang tidak ingin mencampuradukkan agama dan politik. Hanya sebanyak 32,5 persen responden yang setuju atas pemikiran Jokowi tersebut. Sementara, sebesar 40,7 persen menyatakan agama dan politik seharusnya tidak dipisah. “Mayoritas belum menempatkan Jokowi sebagai figure capres yang ramah dengan isu (agama dan politik) ini,” kata Adjie.
Isu buruh asing juga menjadi penyebab tidak amannya elektabilitas Jokowi. Adjie mengatakan, isu tersebut memiliki resistensi yang kuat di publik. Banjirnya tenaga asing semakin mempersempit lapangan pekerjaan di Indonesia. Sebanyak 58,3 persen responden menyatakan sangat tidak suka dengan isu tenaga asing ini. Banyaknya responden yang membenci isu itu akan mengancam elektabilitas Jokowi karena keterbukaan pemerintahannya terhadap tenaga asing.
Menurut Adjie, elektabilitas Jokowi akan aman jika dirinya mampu mengelola ketiga isu tersebut dengan baik sebelum masa pilpres 2019. “Namun jika tidak dikelola dengan baik, Jokowi akan melemah dan bisa disalip capres lain,” kata Adjie.