TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X soal batalnya bakti sosial Gereja Santo Paulus Pringgolayan, Bantul, dikritik oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogya Antonius Fokki Ardiyanto.
"Sultan menanggapi tindakan tersebut secara sepihak tanpa melihat latar belakang serta tidak berkeadilan dalam menyimpulkan suatu masalah daerah," ujar Fokki Ardiyanto yang merupakan Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Dewan Pimpinan Nasional Repdem dalam siaran pers kepada Tempo Jumat 2 Februari 2018.
Repdem yang merupakan sayap politik PDI Perjuangan menilai pernyataan Sultan sebagai kepala daerah itu dinilai bisa mencederai semangat hidup harmonis diantara umat beragama. "Sultan melalui pernyataannya secara tidak langsung juga terkesan tidak mendukung kehidupan yang demokratis khususnya kerukunan hidup antar umat beragama, terlebih pernyataan tersebut telah mencederai semangat kebhinekaan," ujarnya.
Baca juga: Baksos Gereja Ditolak Ormas, MUI: Bukan karena Anti-Kristiani
Sebelumnya Bakti Sosial Gereja Santo Paulus itu batal digelar pada Selasa 30 Januari 2018. Baksos tersebut digelar setelah pada Ahad pagi, 28 Januari 2018 sejumlah pemuda masjid dan organisasi masyarakat yang mengatasnamakan umat Islam menolak baksos tersebut dengan alasan kristenisasi.
Menanggapi hal itu, Sri Sultan mengatakan baksos tersebut pengemasannya kurang tepat. "Mbok baksos itu enggak usah mengatasnamakan gereja, kan persepsinya jadi lain," kata dia kepada Tempo, Rabu 31 Januari 2018.
Menurut Fokki, Sultan perlu penyegaran serta peninjauan kembali oleh Kementerian Dalam Negeri karena dinilai kurang memihak pada kebhinekaan dalam semangat dasar ideologi Pancasila.
"Kami meminta Sultan sebagai Gubernur DIY dapat memfasilitasi para pihak sehingga peristiwa itu tidak menimbulkan luka bagi segenap anak bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujarnya.
Sultan sebagai kepala daerah, ujar Foki, memiliki kewajiban sebagaimana tercantum dalam Undang-undang no.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Kewajiban itu antara lain memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan; dan mengembangkan kehidupan demokrasi.
Baca juga: Kata Waligereja Indonesia Soal Baksos Gereja yang Ditolak Ormas
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di sela mengikuti rapat kerja musyawarah rencana pembangunan bersama Sultan dan bupati/walikota se DIY awal pekan ini di Yogya mengaku sudah mengetahui ihwal pembubaran bakti sosial gereja di Bantul itu oleh sekelompok ormas.
"Saya sudah mendapat laporan dan diskusi dengan pak gubernur (Sultan) soal itu, tapi saya belum bisa berkomentar dulu," ujar Tjahjo. Tjahjo menuturkan pihaknya masih akan mengecek detil informasi tindakan yang mengarah intoleransi tersebut. "Baik (intoleransi) di Bantul, Sleman dan Yogya lain, masih kami cek dulu," ujarnya.