TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai rekomendasi pembentukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh panitia khusus hak angket ibarat buku lama dengan sampul baru. Hal tersebut tidak lain sebagai upaya untuk kembali melemahkan KPK.
"Draf revisi UU KPK yang sudah-sudah selalu melemahkan KPK. Apa jaminan pansus kalau fungsi Dewan Pengawas KPK tidak akan bersifat intervensi?" kata peneliti hukum ICW, Lalola Easter, saat dihubungi Tempo pada Jumat, 2 Februari 2018.
Baca: Berikut Ini 10 Rekomendasi Pansus Hak Angket untuk KPK
Pansus hak angket KPK berdalih bahwa Dewan Pengawas KPK fungsinya bukan mengintervensi proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan KPK, melainkan untuk memastikan agar pelaksanaan tugas KPK sesuai dengan koridor hukum.
Menurut Lalola, Dewan Penasihat KPK sudah cukup untuk memantau KPK agar melaksanakan tugas sesuai dengan koridor hukum, tidak perlu ada tambahan Dewan Pengawas. "Lembaga seperti KPK tidak perlu dibuat terlalu panjang birokrasinya. Kalau konsep reformasi birokrasi adalah perampingan, kenapa ini malah mau ditambah lebar?" tutur Lalola.
Baca: KPK Tanggapi Usulan Pansus Angket Soal Pembentukan Dewan Pengawas
Sementara itu, juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, selama ini, KPK sudah diawasi banyak instansi. Jadi, menurut dia, pengawasan bagi KPK sudah lengkap dari berbagai unsur. "Sudah ada lembaga yang mengawasi KPK sebenarnya, termasuk DPR. Jadi kami itu diawasi oleh banyak instansi," ucapnya.
Selain itu, ujar Febri, seluruh proses hukum yang dikerjakan KPK terkait dengan proses peradilan diawasi melalui mekanisme peradilan. Bahkan, tutur Febri, jika ada dugaan pelanggaran etik, sudah ada mekanisme semacam Dewan Etik. "Jadi Dewan Etik itu terdiri atas internal dan eksternal. Itu pun dominannya dari eksternal," tuturnya.