INFO NASIONAL – Untuk meningkatkan kerja bersama semua pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan dan penyelamatan individu serta habitat orangutan, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) telah menerbitkan surat edaran. Surat tersebut berisi tentang Kerja Bersama Perlindungan dan Penyelamatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan orangutan Sumatera (pongo abelii), orangutan Tapanuli (pongo tapanuliensis), serta orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus).
Orangutan yang merupakan aset Indonesia, hanya ada di Sumatera dan Kalimantan serta sedikit di wilayah Malaysia, merupakan ikon konservasi global. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, orangutan Sumatera, orangutan Tapanuli, dan orangutan Kalimantan, dikategorikan sebagai satwa dilindungi. Spesies orangutan termasuk dalam Appendix I CITES yang berarti orangutan tidak boleh diperdagangkan.
Baca Juga:
Direktur Jenderal KSDAE Wiratno menjelaskan keberadaan orangutan saat ini terus mendapat tekanan. Keterancaman orangutan Sumatera, Tapanuli, dan Kalimantan, merupakan indikasi keterancaman habitat serta ekosistem, lantaran jutaan masyarakat turut hidup di dalamnya. Tingginya kejadian konflik antarmanusia dan orangutan menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan kematian orangutan.
“Ancaman utama terhadap orangutan terindikasi dari banyaknya konversi dan fragmentasi habitat, terutama untuk pertanian serta ekspansi kelapa sawit,” kata Wiratno saat jumpa pers, di Jakarta, Kamis, 1 Februari 2018.
Berdasarkan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Orangutan pada 2016, populasi orangutan Kalimantan hampir 80 persen tersebar di luar kawasan konservasi. Diperkirakan terdapat 14.630 individu orangutan Sumatera dan 57.350 individu orangutan Kalimantan dengan habitat seluas 181.692 kilometer persegi. Selain itu, tidak lebih dari 800 individu orangutan Tapanuli hidup pada tiga populasi terfragmentasi, di Ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Proyeksi viabilitas orangutan menunjukkan hanya 59-38 persen. Metapopulasi diprediksi akan lestari (viable) dalam 100-500 tahun ke depan.
Baca Juga:
Karena itu, upaya konservasinya terus dilakukan. Dijelaskan Wiratno, dalam kurun waktu selama 2012–2017, lebih dari 250 orangutan Kalimantan telah diselamatkan ke pusat penyelamatan orangutan, maupun dipindahkan ke habitat yang lebih aman. Sampai Desember 2017, jumlah orangutan yang sudah dilepasliarkan maupun translokasi sebanyak 726 individu. Sementara yang ada di pusat rehabilitasi sebanyak 1.059 individu. Orangutan Sumatera, sampai dengan Desember 2017, sebanyak 267 individu telah dilepasliarkan atau ditranslokasi dan yang masih berada di pusat penyelamatan atau rehabilitasi sebanyak 54 individu.
Melalui surat edaran yang diterbitkan akhir Januari 2018, yang ditujukan kepada para pihak, terutama pemerintah provinsi, kabupaten, kapolda dan pangdam, pemegang izin bidang kehutanan, perkebunan dan pertambangan, perguruan tinggi, LSM, serta media massa, diharapkan memainkan peran aktif sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya untuk penyelamatan orangutan.
“Untuk pengawasan atau perlindungan orangutan memerlukan partisipasi berbagai pihak,” tuturnya. (*)