TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengatakan harus ada kajian mendalam mengenai relokasi warga di Papua untuk menghindarkan mereka dari wabah penyakit. Menurut Yohana, tidak mudah merelokasi warga karena adat istiadat suku-suku di Papua begitu kuat dan kental. "Mereka sangat menyatu dengan alam,” katanya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 1 Februari 2018.
Yohana khawatir relokasi menyebabkan masalah lain. “Kalau kita ubah, saya takut bisa terjadi konflik, harus dikaji,” ujarnya.
Baca:
Soal Relokasi Warga Asmat, Ini penjelasan ...
Atasi Campak dan Gizi Buruk Asmat Harus Kerja ...
Wacana relokasi warga muncul setelah campak dan masalah gizi buruk dialami sebagian warga Kabupaten Asmat, Papua, dan memakan korban jiwa. Selama September 2017 hingga 28 Januari 2018, 71 anak meninggal dunia, 646 anak terjangkit campak, dan 218 anak menderita gizi buruk. Pemerintah segera bertindak dengan membentuk Satuan Tugas Kesehatan.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta kepala daerah menyiapkan solusi jangka menengah untuk mengatasi persoalan kesehatan masyarakat. "Mungkin perlu relokasi terbatas atau memerlukan infrastruktur khusus. Jangka menengah saya kira harus disiapkan," ucapnya.
Yohana mengatakan suku, budaya, dan bahasa masyarakat Papua berbeda-beda. Karena itu, tidak mudah merelokasi warga tanpa ada kajian kultur yang mendalam.
Baca juga: Menteri Kesehatan: 10 Daerah di Papua Berpotensi KLB Gizi Buruk ...
Menurut Yohana, masyarakat Papua mulai berubah. Warga sudah beralih ke nasi untuk makanan pokok. Mereka tidak menanam umbi-umbian dan sagu untuk makanan pokok. Jadi, ketika pasokan beras telat masuk ke Papua, masyarakat kekurangan pangan.
Selain itu, pasokan air bersih sangat minim. Bahkan, kata Yohana, ada wilayah yang tidak ada air bersih sama sekali. "Mereka pasrah dengan alam," tuturnya.
Terkadang, kata dia, adat dan kebiasaan membuat masyarakat jadi korban. Karena itu, pendidikan dibutuhkan agar pemikiran masyarakat terbuka sehingga anak dan perempuan tidak menjadi korban.