TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta mengaku pernah menjalani sidang di gedung Wakil Presiden RI, Jakarta untuk proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Menurut Budi, lembaganya dilaporkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi ke Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kita (LKPP) dimarahin Mendagri (Gamawan Fauzi) kenapa lelangnya gagal," kata Budi dalam persidangan saat itu, terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Februari 2018.
Baca: KPK Tantang Gamawan Fauzi Tunjukkan Bukti Tak Terima Uang E-KTP
Karena laporan itu, menurut Budi, presiden menugaskan wakilnya untuk menyelesaikan permasalahan antara LKPP dan kemendageri. Walhasil, wapres menunjuk beberapa staf ahli dan deputi wapres untuk kemudian menggelar sidang.
Budi menjelaskan, ia dan Agus Rahardjo selaku kepala LKPP saat itu menjalani sidang di gedung wapres. Budi lupa kapan sidang digelar. Yang ia ingat, saat sidang ada Sofyan Djalil selaku deputi wapres.
Menurut Budi, banyak pelanggaran dalam proyek e-KTP sebelum ditetapkan siapa pemenang lelang. Pengadaan barang di proyek itu terindikasi melanggar Perpres Nomor 54 Tahun 2010.
Baca: Disebut Dapat Hadiah Ruko, Gamawan Fauzi: Beli dari Paulus Tannos
Budi mengaku telah mengirimkan lima kali surat adanya pelanggaran di proyek e-KTP. Surat itu dikirimkan ke Direktur Jenderal Kemendagri.
"Tapi kepatisannya proyek tetap dilanjutkan. Jadi kita mengundurkan diri. Kalau tidak mau dibina tanggung sendiri," jelas Budi.
Budi dihadirkan jaksa sebagai saksi untuk terdakwa dugaan korupsi proyek e-KTP Setya Novanto. Selain Budi, ada empat saksi lainnya. Dua di antaranya pengacara Hotma Sitompul dan mantan anggota DPR Chairuman Harahap.
Setya didakwa jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011 saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima total fee sebesar US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.