TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI Yuliandre Darwis mengatakan regulasi pengaturan iklan politik tidak tertera dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Akibatnya, muncul berbagai tafsir tentang iklan politik. "Di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tidak ada disebutkan iklan politik," ujarnya, di Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Selasa, 30 Januari 2018.
Yuliandre mengatakan yang disebutkan dalam Undang-Undang Penyiaran hanya iklan komersial dan iklan layanan masyarakat. Hal ini, kata dia, memicu multitafsir sehingga ada tuntutan kepada KPI untuk melakukan teguran atau peringatan ke lembaga penyiaran terkait dengan iklan politik.
Baca juga: KPI Ajukan Banding Putusan PTUN Soal Larangan Iklan Politik
Yuliandre meminta tafsiran iklan politik ini bisa dijelaskan di Undang-Undang Penyiaran. Hal itu bertujuan agar KPI punya dasar hukum saat kasus iklan politik dibawa ke jalur hukum.
Terkait dengan pemilihan kepala daerah 2018, kata Yuliandre, KPI akan menggandeng Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Kerja sama ini untuk mengawasi iklan politik saat pilkada," ujarnya.
Yuliandre menambahkan, masa penyiaran iklan politik sudah diatur rentang waktunya. Karena itu, KPI mudah mengawasi iklan politik yang nantinya tayang di luar waktu yang sudah ditetapkan.
Anggota Komisi I DPR, Rudianto Tjen, menyebutkan maraknya iklan politik di televisi mencederai penyiaran Indonesia, seperti mars salah satu partai yang setiap hari ditayangkan. "Ini mencederai penyiaran Indonesia," ujar politikus PDI Perjuangan ini.