TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tak mempersoalkan adanya beda pendapat dari berbagai pihak mengenai polemik penunjukan dua jenderal Polri sebagai pelaksana tugas gubernur. "Soal ada pendapat yang berbeda, ya, saya menghargai," kata Tjahjo di Hotel Grandhika, Jakarta Selatan, Senin, 29 Januari 2018.
Tjahjo mengatakan, penunjukan pejabat Polri itu kunci terakhirnya berada pada pejabat di Istana, yaitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. "Saya T-N-I saja, taat nurut instruksi," katanya.
Baca juga: Perwira Jadi Plt Gubernur? Panglima TNI: Kembali ke Konstitusi
Menurut Tjahjo, rencana penunjukan tersebut wajar saja bila menimbulkan kegaduhan. Sebab, tahun ini merupakan tahun politik. Namun, ia menegaskan bahwa wacana tersebut tidak menyalahi aturan lantaran hal serupa juga pernah dilakukan pada pemilihan kepala daerah sebelumnya.
Misalnya, Tjahjo menyebutkan pernah melantik Inspektur Jenderal Carlo Brix Tewu sebagai pelaksana tugas Gubernur Sulawesi Barat menggantikan Ismail Zainuddin. Begitu pun dengan Mayor Jenderal TNI purnawirawan Soedarmo, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum sebagai Plt Gubernur Aceh, menggantikan Zaini Abdullah.
Tjahjo siap disalahkan dan ditegur Presiden jika usulannya dianggap menimbulkan kegaduhan. Tapi, kata dia, rencana penunjukan tersebut sudah sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Peraturan Menteri Dalam Negeri bahwa eselon 1 dan pejabat di bawah kementerian dan lembaga bisa diusulkan sebagai penjabat kepala daerah.
Dua nama perwira tinggi atau pati Kepolisian RI sebelumnya diusulkan Tjahjo Kumolo adalah Asisten Operasi Kapolri Inspektur Jenderal M. Iriawan sebagai pelaksana tugas Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Martuani Sormin sebagai Plt. Gubernur Sumatera Utara.