TEMPO.CO, Jakarta – Kuasa hukum Persaudaraan Alumni 212, Kapitra Ampera, menilai pembentukan Garda 212 oleh Ansufri Idrus Sambo bersifat pribadi. Pembentukan Garda 212, kata dia, dilakukan tanpa ada koordinasi dari Persaudaraan Alumni 212.
“Itu bagian dari hak asasi, tapi tidak punya struktur di PA 212,” kata Kapitra saat dihubungi di Jakarta pada Ahad, 28 Januari 2018.
Baca: Alumni 212 Ganti Nama, Rizieq Hanya Merestui Nama ini, Lainnya...
Kapitra hanya memperingatkan dengan kemunculan Garda 212 sebagai pintu masuk politik praktis dapat memecah anggota yang tergabung dalam alumni 212.
Pada awal Januari, Ketua Garda 212 Ansufri Idrus Sambo mengaku sudah membicarakan lembaganya sebagai penyalur sejumlah calon anggota legislatif dengan empat petinggi partai. Mereka adalah Partai Amanat Nasional, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Bulan Bintang. Meski Sambo menolak, Garda 212 disebut-sebut sebagai penyalur anggota alumni 212 dalam politik praktis.
Kapitra berbeda pendapat. Menurut dia, seharusnya anggota dan ulama yang tergabung dalam Aksi 212 berdiri di atas semua golongan dan kepentingan. “Artinya dia milik bersama, sementara parpol punya kelompok tertentu,” ujarnya.
Baca: Alumni 212 Ditawari Jadi Caleg 4 Partai, Syaratnya...
Ia pun mengkhawatirkan kompetisi yang berpotensi terjadi dalam politik praktis dengan melibatkan alumni aksi 212. Sebab, kata dia, partai berbasis Islam yang ada di Indonesia tidak tunggal.
“Artinya masih terkotak-kotak di beberapa parpol nasionalis dan religius,” kata Kapitra. Menurutdia, bergabungnya anggota dalam parpol hanya berujung pada memperjuangkan kepentingan partainya.
Kapitra mengatakan kompetisi pun tidak hanya terjadi dalam persaingan antar parpol, tetapi juga di dalam Persaudaraan Alumni 212 atau Garda 212. “Sehingga ulama tidak menjadi payung untuk semua umat,” ujarnya.