TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ahmad Basarah mengimbau perdebatan ihwal keputusan Menteri Dalam Negeri yang mengusulkan dua pejabat kepolisian menjadi pelaksana tugas Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara harus menggunakan parameter hukum.
"Harus dihindarkan tindakan menilai keabsahan suatu keputusan hukum menggunakan paremeter di luar hukum seperti prasangka-prasangka politik yang antar satu pihak dengan pihak lainnya," kata Basarah dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 28 Januari 2018.
Baca: Pengamat Nilai Pati Polri Jadi Plt Gubernur Tak Masuk Akal
Basarah menilai keputusan Menteri Tjahjo Kumolo memilih anggota kepolisian menjadi pejabat Gubernur telah sesuai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2018.
"Merupakan kewenangan Mendagri untuk memilihnya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai kebutuhan, sepanjang pejabat tersebut memenuhi syarat berkedudukan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya atau yang setingkat, termasuk dimungkinkan memilih dari Polri," kata Basarah.
Terkait diperbolehkannya atau tidaknya anggota Polri atau prajurit TNI untuk menduduki jabatan di luar institusinya, Basarah mengatakan hal tersebut secara regulasi dan praktik diperbolehkan dan telah terjadi selama ini.
Baca: Penunjukan Pati Polri, Tjahjo Kumolo: Saya Tak Langgar Peraturan
Regulasi yang menjadi dasar adalah ketentuan Pasal 109 ayat 3 UU Aparatur Sipil Negara. Dia mengatakan, dalam pasal itu jabatan pimpinan tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri.
Terkait tentang Pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI yang mengatur bahwa anggota kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian sepanjang telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian, Basarah mengatakan ketentuan tersebut harus ditelaah dengan baik. Menurut dia, ketentuan mengenai wajib mengundurkan diri tersebut tidak diperlukan jika berdasarkan penugasan dari Kapolri.
Mengenai kekhawatiran akan netralitas Polri, Basarah mengatakan aturan itu juga berlaku untuk Aparatur Sipil Negara. Menurut dia, penjabat gubernur dari aparatur sipil negara juga punya peluang tidak netral dalam Pilkada.
"Untuk itu jelas bukan latar belakang dari Polri atau ASN penyebab seseorang dapat bersikap tidak netral dalam Pilkada, melainkan penyebabnya adalah niat awal seseorang untuk patuh atau tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan," kata Basarah.