TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan bahwa selama hidupnya baru dua kali menggunakan ijazah sarjana, yaitu pada saat mengikuti pemilihan presiden.
"Saya tamat kuliah tahun 1967, jadi hampir 50 tahun lalu, cuma 2 kali saya buka saya punya ijazah. Waktu mau jadi presiden yang pertama harus ada fotokopinya. Mau calon kedua lagi minta lagi ijazah, kita kasih fotokopi lagi. Setelah itu simpan terus tidak pernah dipakai," kata JK saat meresmikan gedung baru Universitas Fajar Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 26 Januari 2018.
Jusuf Kalla adalah lulusan Universitas Hasanuddin, Makassar. Ia punya pengalaman organisasi yang luas seperti menjadi Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 1967-1969. Dia juga pernah menjadi pimpinan HMI Makassar pada 1965-1966. Kalla sudah menjadi pimpinan perusahaan keluarganya, NV Hadji Kalla pada 1968.
Baca juga: Jusuf Kalla: Hanya 1 Persen dari Lulusan Universitas Jadi PNS
JK menyampaikan bahwa ijazah hanya bentuk formalitas dari pendidikan. Ia menyampaikan bahwa pendidikan yang bukan sekedar ijazah lebih penting. Cara melihat pendidikan saat ini ialah dengan terciptanya para profesional dan pengusaha.
Di Indonesia, kata JK, pemerintah hanya menerima pegawai negeri sipil kurang lebih 20 ribu orang setiap tahunnya. Dari sarjana menerima 10 ribu orang. Sedangkan yang pensiun hanya sekitar ratusan. Adapun seluruh universitas di Indonesia menghasilkan 1 juta sarjana tiap tahunnya. "Yang diterima (kerja) hanya 1 persen, jadi yang lainnya harus jadi profesional atau pengusaha. Itu lah cara kita melihat pendidikan pada dewasa ini," ujarnya.
JK juga meminta kepada para mahasiswa untuk selalu mencoba, seperti yang pernah dilakukan pendiri Microsoft, Bill Gates, dan founder Facebook, Mark Zuckerberg. Kedua tokoh tersebut, kata JK, memulainya dengan mencoba-coba dulu di kampusnya. Mereka juga sukses meski tak menyelesaikan pendidikannya.
"Dan umumnya drop out. Saya tidak katakan anda drop out dulu baru berhasil, tidak. Dia drop out saja bisa sehebat itu apalagi kalau sarjana. Bayangkan. Itu semua jd contoh bahwa mengecak (otak-atik) itu penting. Kalau tidak mengecak ya akhirnya teori saja," kata dia.
Baca juga: Jusuf Kalla Berharap Lembaga Pendidikan Berpikir Visioner
Dengan pendidikan, Jusuf Kalla menilai akan bisa memberikan nilai tambah. Sebab, nilai tambah dapat mendorong ekonomi masyarakat maju. Nilai tambah, kata dia, didapat dari teknologi. Adapun teknologi muncul karena pendidikan.