TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Mahkamah Konstitusi atau MK Fajar Laksono mengatakan institusinya menjamin kebebasan berpendapat pegawainya yang meminta Ketua MK Arief Hidayat mengundurkan diri dari jabatan karena pelanggaran etik yang dilakukan Arief, dalam sebuah tulisan opini di media.
Beredar kabar, yang bersangkutan saat ini merasa tertekan karena diancam akan dipecat akibat tulisannya. Namun, Fajar membantah kabar tersebut. "Pimpinan MK sejauh ini merespon tulisan itu sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang implikasinya tanggungjawab penulis sendiri," kata Fajar Laksono saat dihubungi Tempo pada Kamis, 25 Januari 2018.
Baca juga: Alasan Dewan Etik Beri Sanksi Ringan untuk Ketua MK Arief Hidayat
Kepada Tempo, Fajar menjelaskan pegawai MK itu adalah Peneliti Muda di Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi bernama Abdul Ghoffar Husnan. Dia menulis Opini di Kompas berjudul Ketua Tanpa Marwah pada hari ini, Kamis, 25 Januari 2018. Dalam tulisannya, Ghoffar, menyenggol perihal pelanggaran etik Arief Hidayat yang sudah dua kali terjadi sejak menjabat sebagai Ketua MK.
"Ibarat permainan sepak bola, akumulasi dua kartu kuning itu kartu merah. Secara gentlement ia harus menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, lalu mengundurkan diri," tulis Ghoffar.
Dalam tulisannya, Ghoffar pun membandingkan kasus yang menimpa Arief Hidayat dengan yang pernah dialami Hakim Konstitusi sebelumnya Arsyad Sanusi pada 2011 lalu. Arsyad dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik ringan karena membiarkan keluarganya berhubungan dengan pihak berperkara.
Baca juga: Dewan Etik Beri Sanksi Ringan kepada Ketua MK Arief Hidayat
Namun berbeda dengan Arief, sesaat setelah putusan MK diputuskan, Arsyad mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim konstitusi. "Arsyad Sanusi adalah contoh kesatria bagaimana hakim konstitusi harus bersikap mempertanggungjawabkan sebuah kesalahan," tulis Ghoffar.
Di akhir tulisannya Ghoffar menulis, jika pernyataan mundur itu tidak segera dilakukan maka MK akan sulit mendapatkan kepercayaan dari publik. "Kalau marwah itu sudah hilang, buat apa juga ngotot bertahan menjadi Ketua MK!" tutup Ghoffar.