TEMPO.CO, Jakarta - Managing Director PT Rohde and Schwarz Erwin Arif mengatakan proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut (Bakamla) melibatkan Setya Novanto. Hal itu diungkapkan Erwin saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus suap satelit Bakamla di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018.
Erwin bersaksi untuk Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan. Nofel didakwa menerima Sin$ 104.500 atau sekitar Rp 1,045 miliar dari Fahmi Darmawasyah karena memenangkan perusahaan Fahmi dalam pengadaan drone dan satelit monitoring Bakamla.
Baca: Suap Satelit Bakamla, Saksi Diminta Komandan Cek Jatah Uang
Jaksa menanyakan nama-nama yang disebut dalam komunikasi terkait dengan kasus tersebut. Percakapan itu menyebut sejumlah nama yang diduga merupakan politikus Golkar.
Fayakhun Andriadi: Bro, tadi saya sudah ketemu Onta, SN, dan Kahar. Semula, dari KaBa, yang sudah OK drones, satmon belum. Tapi saya sudah "paksa" bahwa harus drones + satmon total 850. Onta sudah konfirm dengan KaBa dan saya, OK untuk Fahmi dapat 2 items, drones dan satmon, 850. Sekarang, semestinya Onta ketemu Fahmi. Begitu OK, saya perlukan Senin dimulai didrop.
Erwin Arief: OK, nanti aku kabarin Fahmi sekarang.
"Kalau SN ini maksudnya siapa?" kata jaksa penuntut umum komisi pemberantasan korupsi (KPK), Kiki Ahmad Yani, dalam persidangan.
Simak: Fayakhun Diduga Terima Fee untuk Buka Anggaran Drone Bakamla
"Kalau SN, saya sebenarnya tidak kenal, dugaan saya Setya Novanto karena menyangkut Golkar. Fahmi Alhabsy waktu itu konfirmasi karena yang akan turun itu 850 (Rp 850 miliar) dan itu yang komitmen Fahmi Darmawansyah dan Fahmi Alhabsy," kata Erwin.
Fahmi Alhabsy alias Ali Fahmi alias Onta adalah Staf Khusus Kepala Bakamla (Kaba) Arie Sudewo. Ali menawarkan kepada Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah untuk main proyek di Bakamla dengan kompensasi fee 15 persen dari nilai pengadaan.
"Kalau Kahar siapa?" ujar jaksa.
"Saya tidak tahu," ucap Erwin. "Waktu itu, deal antara Fahmi Alhabsy dan Fahmi Darmawansyah. Fahmi Alhabsy tanya ke saya, apa Fahmi (Darmawansyah) tetap komit? Saya jawab, saya mengerti dan akan saya sampaikan karena waktu itu komunikasinya tidak antara Ali Fahmi dan Fahmi Darmawansyah, tapi Ali Fahmi ke saya dan saya ke Adami Okta," tuturnya.
Lihat: Eks Pejabat Bakamla Didakwa Terima Suap 104.500 Dolar Singapura
"Kalau kalimat, 'Bro, tadi saya sudah ketemu Onta, SN, dan Kahar. Semula dari KaBa yang sudah Ok drones, satmon belum. Tapi saya sudah "paksa" bahwa harus drones + satmon total 850,' maksudnya apa?" kata jaksa.
"Pak Fayakhun waktu itu confirm dana yang akan turun Rp 450 miliar, dan itu yang komitmennya Pak Fahmi dan Pak Fayakhun. Fayakhun minta tolong apakah Onta, lalu saya bilang, nanti akan saya sampaikan," ujar Erwin.
Inisiatif menghubungi Fahmi Darmawansyah, menurut Erwin, dilakukan Fayakhun, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar. Namun upaya menghubungi Fahmi itu gagal. Akhirnya, Erwinlah yang mengubungi Fahmi melalui Adami Okta, karyawan di PT Merial Esa sekaligus keponakan Fahmi.
Baca juga: Suap Satelit Bakamla, KPK Cegah Anggota DPR Fayakhun Andriadi
"Ceritanya, Pak Fayakhun berusaha menghubungi Pak Fahmi, tapi tidak pernah dapat. (Karena) saya kenal beliau, akhirnya dia minta tolong disampaikan ke Pak Fahmi. Saya jelaskan kalau bulan puasa memang tidak hidup teleponnya karena (Fahmi) banyak berzikir," ucap Erwin.
"Akhirnya, permintaan tersebut diteruskan ke saya. Saya coba telepon Fahmi tidak on, akhirnya saya ke Dami. Kata Dami, beliau (Fahmi) selalu bersama di rumah orang tuanya," kata Erwin.
Nilai Rp 850 miliar dibagi untuk pengadaan drone senilai Rp 400 miliar dan Rp 450 miliar untuk pembelian satelit monitoring, yang rencananya dikerjakan perusahaan milik Fahmi Darmawansyah.