TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko tidak mempermasalahkan adanya menteri yang rangkap jabatan di kepengurusan partai politik. Ia meyakini adanya menteri-menteri seperti itu tidak akan berdampak pada kinerja pemerintahan.
Meski tahun ini merupakan tahun politik dan partai-partai bakal disibukkan dengan kepentingannya menghadapi pemilu, Moeldoko yakin menteri yang menjadi pengurus partai tetap bekerja baik. "Itu tidak usah dikhawatirkan," katanya selepas memberi sambutan di seminar nasional Pilkada Damai 2018 di Gedung Krida Bhakti, Jalan Veteran, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018.
Baca: Cerita Moeldoko Jaga Netralitas TNI Saat Jadi Panglima
Wakil Dewan Pembina Partai Hanura ini berujar Presiden Joko Widodo pasti sudah memiliki pertimbangan tersendiri saat mengangkat pembantunya yang masih duduk di kepengurusan partai politik. "Pasti sudah ada pertimbanganya," kata Moeldoko.
Menteri merangkap jabatan sebagai pengurus partai dipersoalkan oleh sejumlah pihak. Sebab, Presiden Jokowi sebelumnya berjanji akan melarang para pembantunya di kabinet merangkap jabatan di partai.
Saat awal pembentukan kabinet, menteri-menteri yang berasal dari partai politik masing-masing menanggalkan jabatannya. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mundur sebagai ketua umum Partai Hanura, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani nonaktif sebagai pengurus DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Baca: Pelantikannya Dikaitkan dengan 2019, Moeldoko: GR Nanti...
Namun kebijakan presiden tak berpengaruh pada menteri-menteri yang berasal dari Partai Golkar. Presiden tetap mempertahankan jabatan Menteri Perindustrian yang diemban Airlangga Hartarto selaku ketua umum Partai Golkar. Begitu pula saat menunjuk Idrus Marham menjadi Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa. Ketika itu, Idrus masih menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Golkar-kini menjabat sebagai ketua koordinator bidang kelembagaan Golkar.