TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berencana menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas sejumlah masukan terkait penanganan kasus pelanggaran HAM yang mengalami stagnasi atau mandek.
"Bulan lalu sudah diagendakan Bapak Presiden. Waktu itu saya sempat dihubungi untuk bertemu, tapi satu lain hal kendalanya soal jadwal yang enggak sama, akhirnya dijadwalkan ulang," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di kantornya, Jakarta Pusat pada Senin, 22 Januari 2018.
Baca: Tiga Permasalahan Hak Asasi ini Jadi Prioritas Komnas HAM di 2018
Taufan mengatakan, pihaknya masih menunggu jadwal ulang pertemuan tersebut. Namun, kata dia, dalam pertemuan terakhirnya, Presiden Jokowi memberikan perhatian khusus untuk mengundang Komnas HAM secara resmi.
Terkait kasus yang akan dibahas dengan Presiden, Taufan mengatakan ada 9 kasus pelanggaran HAM yang sudah selesai diselidiki oleh lembaganya. Hasil penyelidikan itu, menurut dia, sudah diserahkan kepada Jaksa Agung, namun belum ada kelanjutannya.
Baca: Komnas HAM Prediksi Terjadi Pelanggaran HAM di Pilkada 2018
Adapun 9 kasus itu adalah peristiwa 1965-1966; penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Talangsari 1989; penghilangan orang secara paksa 1997-1998; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti-Semanggi I dan II; peristiwa Wasior-Wamena 2003; peristiwa Jambu Keupok di Aceh 2003; dan peristiwa Simpang KKA di Aceh 1999.
Menurut Taufan, ada masalah teknis hukum untuk melanjutkan hasil penyelidikan ke penyidikan. Selain itu, ada kendala bersifat politis yang membuat kasus-kasus pelanggaran HAM berat mengalami stagnasi berkepanjangan.
"Yang politis ini kadang lebih besar pengaruhnya. Tentu pemimpin politik yang didorong untuk berada di depan, tapi Komnas HAM akan dukung dengan hasil penyelidikan yang kami punya," kata Taufan.
Kendati begitu, Taufan mengatakan bahwa lembaganya berkomitmen untuk tidak membiarkan pelanggaran HAM berat tidak memiliki penyelesaian. "Karena akan menjadi utang sejarah. Tidak saja untuk Komnas HAM, tapi untuk sejarah bangsa Indonesia," kata dia.