TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kenaikan biaya haji sebesar Rp 900 ribu per orang adalah hal yang tak terhindarkan. Sebab, kebijakan itu mengacu pada kebijakan pajak di Arab Saudi.
"Selama ini di Saudi tidak ada pajak untuk naik haji. Tidak ada beban biaya apa-apa, ongkos visa nol. Sekarang Saudi ingin memperbaiki ekonominya. Karena itu, biaya haji itu naik bukan karena biaya pokoknya yang naik tapi karena pajak yang dikenakan kepada servis di sana," ujar JK saat ditanya wartawan, Selasa, 23 Januari 2018.
Baca juga: Kenaikan Biaya Haji Tiap Embarkasi Berbeda
Sebagaimana diketahui, pada 2017, besaran biaya haji adalah Rp 34.890.312 atau sekitar US$ 2.617 dengan kurs Rp 13.331 per US$ 1. Namun, angka itu berubah tahun ini.
Kementerian Agama memperkirakan tahun ini biaya haji akan naik sekitar Rp 900 ribu atas peraturan pajak yang berlaku di Arab Saudi. Jika dihitung, didapatkan angka Rp 35.790.982,00 untuk biaya haji pada 2018.
Meski biaya haji akan naik, JK berkata bahwa tak tertutup kemungkinan biaya itu ditekan ke depannya. Ia mengatakan ada skema investasi dana haji yang bisa dipakai Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk menekan biaya haji ke depannya.
Baca juga: Saudi Kutip PPN, Biro Umrah dan Haji Ini Belum Naikkan Tarif
JK memberi contoh, Lembaga Tabung Haji Malaysia mencoba berhati-hati menginvestasikan dana haji di berbagai bidang. Beberapa di antaranya seperti perkebunan dan pertambangan.
“Itu untuk kepentingan menekan biaya haji bisa saja, keuntungannya. Tapi ini jangka panjang karena ada yang sudah setor hari ini, nanti naik hajinya sepuluh tahun lagi. Itu kalau tidak diatur dengan baik bisa-bisa sepuluh tahun ke depan akan sulit naik haji. Tapi, pada dasarnya, bisa untuk investasi dengan baik," ujar JK.