TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Jauhar mengatakan menjamurnya media secara tak terkendali menyebabkan tumbuhnya jurnalisme anarkis di Indonesia. Kondisi ini dianggap mengancam kemerdekaan pers.
"Kemerdekaan pers akan terancam dengan media yang anarkis ini," kata Jauhar di kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat 19 Januari 2018. Pernyataan ini diungkapkan Jauhar dalam catatan dan evaluasi program yang dilaksanakan Dewan Pers selama 2017.
Baca juga: 57 Jurnalis Terima Kartu Wartawan Utama dari Dewan Pers
Jauhar menjelaskan anarki yang dimaksudnya adalah media liar yang memanfaatkan fungsi pers untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Selain itu, mereka menolak segala regulasi yang telah ditetapkan Dewan Pers bersama organisasi pers, misalnya melakukan verifikasi media.
Jumlah media liar tersebut, kata Jauhar, tergolong banyak, baik di pusat maupun daerah. Fenomena jurnalisme anarkis seperti ini disebutnya bisa mengacam kebebasan pers.
Dalam hitungan kasar, Jauhar melanjutkan, jumlah media di Indonesia mencapai 43 ribu media. Sedangkan hingga saat ini baru 171 perusahaan pers yang terverifikasi faktual, terdiri dari 101 media cetak, 22 media televisi, 8 radio dan 40 media online. Sedangkan ada 950 perusahaan pers yang terverifikasi administrasi.
Baca juga: Dewan Pers: Penyebaran Berita Bohong dalam Tahap Serius
Menurut Jauhar, kebanyakan media liar tersebut adalah media yang tidak lolos verifikasi, seperti tidak bisa mengupah wartawan minimum setara upah minimal pendapatan. "Mereka tidak lolos dan menuntut,"ujar Jauhar.
Dewan Pers menyatakan selama 2017 indeks kemerdekaan pers naik dari tahun 2016 dengan indeks 68.95, sedangkan 2015 hanya 63.44. "Untuk angkanya masih dalam perhitungan, tapi dari 2016 indeks kemerdekaan naik," ujar Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.