TEMPO.CO, Jakarta - Rumah tua peninggalan VOC di kompleks RRI Cimanggis, Depok, Jawa Barat, menjadi perdebatan setelah muncul rencana pembangunan gedung Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Di tengah rencana pembangunan tersebut, timbul desakan agar Rumah Cimanggis diselamatkan.
Tempo mengunjungi bangunan tua itu pada Jumat pagi, 19 Januari 2018. Tak sulit mencari keberadaan Rumah Cimanggis karena lokasinya di dekat lapangan pemancar RRI dan persis di belakang Masjid Idza Attil Khaerat.
Baca juga: Jusuf Kalla: Tak Ada yang Perlu Dibanggakan dari Rumah Cimanggis
Rumah serba putih itu dipenuhi pepohonan dan tumbuhan liar. Bagian atasnya tak lagi beratap. Hanya sebagian sisi yang gentengnya masih utuh. Itu pun nyaris ambruk karena balok kayu yang menjadi struktur pembentuk atap sudah bergelantung ke bawah.
"Dulu gentengnya tinggi. Tapi karena ada yang bocor, kayunya jadi lapuk kena hujan dan panas," kata warga kompleks RRI, Marsidi, 54 tahun, yang sudah menetap sejak 2002.
Sambil menyulut rokoknya, Marsidi pun mengajak Tempo mengelilingi rumah tua tersebut. Ia mengimbau untuk menjaga jarak karena banyak semut hitam berukuran besar.
Menurut Marsidi, bangunan tua itu terakhir kali ditempati oleh sembilan kepala keluarga pada tahun 2000. Penghuninya merupakan pegawai RRI yang kemudian pindah dari Rumah Cimanggis, dan membangun rumah sendiri karena telah mendapatkan kavling. Setelah terakhir kali ditinggalkan, rumah itu pun tak terurus.
Bahkan, Marsidi menuturkan, beberapa orang menghancurkan tembok pembatas rumah dan mengambil bata. Sisa bata itu pun masih ada di sekeliling rumah. Seperti rumah tua peninggalan Belanda lainnya, pintu dan jendela berukuran besar menjadi ciri khas bangunan. Namun, kaca-kacanya sudah pecah sehingga lubang teralisnya diisi dengan tumbuhan menjalar.
Baca juga: Sejarawan JJ Rizal Kritik Wapres JK soal Rumah Cimanggis
Dalam sejarahnya, Rumah Cimanggis adalah bangunan bekas peninggalan Gubernur Jenderal Vereenigde Oost-Indische Compaginie (VOC) Petrus Albertus van der Parra. Meski berusia ratusan tahun, rupanya bangunan tersebut belum terdaftar sebagai cagar budaya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, penetapan bangunan sebagai cagar budaya mestinya dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di tingkat kota. "Kalau sudah ditetapkan, maka dengan sendirinya masuk daftar registrasi cagar budaya," kata Hilmar.