TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu berkoordinasi dengan Peradi terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 21 Undang-Undang PTPK terhadap Fredrich Yunadi. Menurut Otto, sangat tipis perbedaan antara menghalangi penyidikan KPK dan menjalankan profesi sebagai advokat.
"Karena advokat itu by nature dilahirkan untuk menghalangi penyidikan. Itu agar penyidik tidak sewenang-wenang," kata Otto di kantor Peradi, Kamis, 18 Januari 2018.
Baca juga: Batal Diperiksa, Fredrich Yunadi: Cuma Bengong di KPK
Otto mengatakan Peradi ingin membantu KPK untuk memahami apakah langkah Fredrich Yunadi termasuk upaya menghalangi penyidikan atau menjalankan tugas advokat. Ketua Peradi menyatakan pihaknya menyesalkan tidak ada upaya dari KPK untuk melakukan komunikasi dan koordinasi terkait dengan penahanan Fredrich.
Menurut dia, advokat memang memiliki fungsi untuk menghalangi penyidikan agar yang berwenang tidak melakukannya secara sewenang-wenang. Ia mengatakan, sampai saat ini Peradi belum memiliki titik terang atas kasus Fredrich. "Terus terang kita masih gelap. Advokat memang pasti membuat penegak hukum terhalang," tutur Otto Hasibuan.
Infografis: Anak, Istri, dan Keponakan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP
Sebelumnya, anggota Komisi Pengawas Peradi, Kaspudin Noor, telah datang ke gedung KPK untuk mengajukan audiensi terkait dengan pelanggaran kode etik oleh Fredrich. KPK, ujar Kaspudin, meminta waktu untuk mempelajari surat yang dikirimkan Peradi pada Rabu, 17 Januari 2018.
Baca juga: Bahas Fredrich Yunadi, Komisi Pengawasan Peradi Sambangi KPK
KPK menetapkan Fredrich Yunadi sebagai tersangka dugaan obstruction of justice atau merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. KPK menduga mantan kuasa hukum Setya itu telah merekayasa data medis bersama dokter Rumah Sakit Medika, Permata Hijau, Bimanesh.
Fredrich Yunadi diduga melakukan rekayasa itu setelah Setya Novanto mengalami kecelakaan pada 16 November 2017. Setya kecelakaan ketika dalam masa pencarian oleh KPK yang menyatakannya buron. KPK menduga, rekayasa oleh Fredrich Yunadi dan Bimanesh dilakukan untuk menghindarkan Setya Novanto dari pemeriksaan.