TEMPO.CO, Jakarta - Fredrich Yunadi, mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka obstruction of justice (OJ) atau merintangi penyidikan dalam kasus korupsi e-KTP untuk Setya Novanto, Kamis, 18 Januari 2018. Fredrich mengajukan gugatan melalui pengacaranya, Sapriyanto Refa.
Refa menjelaskan ada beberapa hal yang membuat kliennya tidak pantas ditetapkan sebagai tersangka penghalangan penyidikan terkait kasus megakorupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Fredrich Yunadi Daftarkan Gugatan Praperadilan Lawan KPK
“Ada beberapa hal, yakni penetapan tersangka, penyitaan, dan penangkapan yang tidak sah,” kata Refa usai mendaftarkan gugatannya.
Menurut Refa, penyitaan sejumlah barang bukti seusai penggeledahan kantor kliennya oleh KPK tidak sah. Sebab, barang bukti yang disita tidak memiliki kaitan dengan pasal penghalangan penyidikan yang disangkakan kepada kliennya.
KPK, kata Refa, menyita sejumlah dokumen pribadi Fredrich, seperti akta pernyataan rapat umum pemegang saham. Dokumen tersebut tidak berkaitan dengan dugaan penghalangan penyelidikan. Selain itu, KPK juga menyita barang bukti yang berkaitan dengan kasus korupsi e-KTP. Padahal, menurut Refa, pasal yang menjerat kliennya tak berkaitan dengan kasus korupsi tersebut.
“Pak Fredrich kan bukan pelaku tindak pidana e-KTP, tetapi Pak Setya Novanto dan lainnya. Sementara, ini hanya menghalangi penyidikan. Carilah bukti yang membuktikan bahwa Pak Fredrich menghalangi penghalangan penyidikan itu,” kata Refa menjelaskan.
Baca: Bahas Fredrich Yunadi, Komisi Pengawasan Peradi Sambangi KPK
Refa juga menyebut penyitaan dokumen Fredrich itu menyalahi Undang Undang Advokat. Sebab, kata Refa, dalam UU Advokat, seluruh dokumen pengacara terkait kliennya harus mendapat perlindungan. Sehingga, dokumen tersebut tidak dapat disita atau diperiksa.
“Kami melihat penyitaan itu bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana (KUHAP) dan UU Advokat,” ucap Refa.
Refa juga menyoroti penangkapan terhadap Fredrich. Menurut dia, penangkapan kliennya yang bersamaan dengan hari pemanggilan perdananya untuk diperiksa oleh KPK menyalahi undang-undang. Penangkapan itu, kata Refa, melanggar Pasal 112 ayat (1) KUHAP.
Refa menjelaskan, kliennya dijemput paksa penyidik KPK sebelum hari pemanggilan pemeriksaannya berakhir pada 12 Januari 2018 lalu. Hari itu, KPK memanggil Fredrich untuk diperiksa sebagai tersangka. Menurut keterangan Refa, pihaknya telah meminta KPK untuk menunda pemeriksaan tersebut karena kliennya hendak menjalani sidang kode etik. Namun, di hari yang sama sekitar pukul 22.00 WIB, KPK menjemput paksa dan menahan Fredrich.
“Penangkapan itu tidak sesuai KUHAP karena sesuai Pasal 112 orang yang dipanggil lalu tidak ada, harusnya dipanggil lagi. Tapi ini ditangkap,” kata Refa.
Dalam Pasal 112, kata dia, disebutkan bahwa penyidik berwenang memanggil tersangka dengan menperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Pemanggilan disertai alasan jelas dan surat panggilan yang sah.
Atas beberapa alasan tersebut, Refa mendaftarkan gugatan praperadilan kliennya itu. “Biarlah pengadilan menilai apakah yang dilakukan terhadap Pak Fredrich ini sudah sesuai hukum atau tidak,” ucap Refa. Soal jadwal sidang perdana praperadilannya, Refa mengatakan masih menunggu keputusan pengadilan.
Fredrich ditetapkan sebagai tersangka oleh KPKP pada Rabu, 10 Januari 2018. Selain Fredrich, KPK juga menetapkan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka. Keduanya diduga memanipulasi data medis Setya.
Penetapan Fredrich sebagai tersangka bermula dari kecelakaan yang dialami Setya Novanto pada 16 November 2017. Saat itu, mobil Fortuner hitam yang ditumpangi Setya Novanto menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Kebayoran Baru. Fredrich saat itu mengatakan Setya mengalami luka parah hingga tak sadarkan diri langsung dilarikan ke RS Permata Hijau. Fredrich disinyalir telah memesan kamar perawatan very important person (VIP) sebelum kecelakaan terjadi.
KPK telah memeriksa puluhan saksi untuk penyidikan kasus Fredrich Yunadi dan Bimanesh. Para saksi berasal dari unsur pegawai rumah sakit, perawat, manajemen dan direktur rumah sakit, serta anggota partai politik.