TEMPO.CO, Jakarta - Mengomentari soal permintaan mahar politik dari partai ke bakal calon kepala daerah, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tidak dimintai apa-apa saat mengusulkan Anies Baswedan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta ke Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
"Pengalaman saya, waktu mengusulkan Anies ke Prabowo, langsung saja tuh, diterima tanpa syarat-syarat. Tidak ada itu (mahar politik)," ujar pria yang akrab disapa JK itu ketika ditanyai di Kantor Wakil Presiden, Selasa, 16 Januari 2018.
Baca juga: Jusuf Kalla: Tak Ada yang Perlu Dibanggakan dari Rumah Cimanggis
Keributan soal mahar politik muncul ketika La Nyalla Mattalitti mengklaim dimintai uang oleh Prabowo apabila ingin didukung dalam pilkada Jawa Timur. Menurut La Nyalla, ia dimintai Rp 40 miliar.
Tak lama setelah La Nyalla mempermasalahkan mahar politik, satu per satu politikus mengomentari tuduhan La Nyalla. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, yang juga dari Gerindra, mengatakan La Nyalla salah menafsirkan maksud Prabowo. Menurut dia, Prabowo hanya menanyakan apakah La Nyalla memiliki modal untuk maju dalam pilkada karena berpolitik memang tak murah.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon. Menurut Fadli, kalaupun ada permintaan uang, hal itu bukan untuk Prabowo pribadi tapi untuk kepentingan La Nyalla sendiri. Misalnya, untuk logistik dan kampanye.
Kalla melanjutkan, meski dia tidak dimintai mahar ketika mendukung Anies, ia tidak menampik adanya permintaan uang politik ketika seseorang hendak maju dalam pemilihan umum. Dan, biasanya, berdampak ke proses-proses perizinan di daerah ketika calon terkait terpilih.
"Jadinya dibebankan ke situ (perizinan). Pada ujungnya terjadilah ekonomi yang agak berbeda tinggi," ujar JK.
Ditanyai apakah praktik itu bisa hilang, menurut dia bisa saja. Hal itu bisa dikaitkan dengan aturan money politic dalam peraturan perundang-undangan. "Tidak perlu ada sanksi baru, di UU sudah ada seseorang itu tidak boleh terlibat money politic," ujar Jusuf Kalla.