Apalagi, dia melanjutkan, sudah ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menjamin perlindungan benda dan bangunan bersejarah. Karena itu, Rizal menilai pernyataan JK mengabaikan amanah undang-undang tersebut.
Rizal menambahkan, jika rumah Cimanggis dianggap tidak layak sebagai situs sejarah karena bekas bangunan penjajah yang korup, maka akan banyak sekali bangunan sejarah di Indonesia yang perlu dihancurkan dan dikoreksi karena tidak layak sebagai situs sejarah. Dia mencontohkan Museum Sejarah Jakarta dan seluruh area Kota Tua Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan VOC yang juga berperilaku korup.
"Istana Negara juga dirobohkan saja karena itu semula vila mewah pejabat VOC lalu dijadikan kantor gubernur jenderal VOC," ujar Rizal. Begitu juga dengan Istana Bogor yang pernah menjadi vila mewah gubernur jenderal VOC serta Kebun Raya Bogor yang merupakan laboratorium para ilmuwan kolonial.
Bahkan di Makassar tempat JK berasal ada benteng Fort Rotterdam yang menjadi tanda awal kolonialisme Belanda di Indonesia timur yang dikepalai Speelman yang korup. "Daftar ini masih bisa ditambah panjang sekali," ujar Rizal.
Menurut dia, bangunan-bangunan kolonial dipertahankan sama seperti bangunan prakolonial dengan kesadaran agar masyarakat bisa belajar dari masa lalu. Demikian juga rumah Cimanggis. Rizal menyampaikan bahwa situs itu dilihat bukan untuk membanggakan tindakan korupsi, tetapi justru sebagai medium pelajaran agar jangan korupsi.
"Oh iya, soal istri kedua yang dikesankan poligami, itu juga salah besar Pak JK, karena Van Der Parra menikah lagi setelah dua tahun ditinggal mati isterinya," kata Rizal.
JK sebelumnya mengatakan tak ada yang bisa dibanggakan dari rumah Cimanggis. Situs tersebut adalah bekas rumah istri kedua pejabat VOC yang korup. Dia mengatakan ini merespons adanya penolakan pembangunan kampus Universitas Islam Internasional Indonesia yang akan dibangun di dekat situs tersebut.