TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian RI belum menerima laporan terkait dugaan pemerasan terhadap Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Namun Polri mempersilakan La Nyalla untuk melapor atas permintaan mahar politik sebesar Rp 40 miliar tersebut.
“Itu hak yang bersangkutan untuk melapor. Kami akan terima kalau beliau melapor, tapi kalau tidak ya kami tidak memaksa,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto pada Senin, 15 Januari 2018.
Baca: Gerindra Ingatkan La Nyalla, Sensitif Jika Sentuh Nama Prabowo
Polri juga belum bertindak terkait dugaan mahar politik ini. Padahal, Polri telah membentuk Satuan Tugas Politik Uang yang dibentuk khusus menghadapi tahun politik menjelang pemilihan kepala daerah 2018 dan pemilihan Presiden 2019.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal mengatakan, pihaknya belum menemukan pelanggaran hukum terkait kasus ini. “Sampai saat ini kami belum menemukan unsur pidana,” ucap Iqbal ketika dihubungi Tempo pada Sabtu, 13 Januari 2018.
Baca: Alumni 212: Konflik La Nyalla dan Prabowo Tak Terkait Kami
Polri baru saja membentuk Satgas Politik Uang. Satgas ini akan bertugas mengawasi empat tahapan pilkada yakni tahap pencalonan, tahap pemilihan, tahap penetapan calon dan tahap pengajuan keberatan di Mahkamah Konstitusi.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyebutkan, dengan adanya satgas ini, nantinya praktik politik uang dan pungli akan bisa dihindari. "Ini membuat masyarakat takut menyuap sehingga kami harapkan (Pilkada 2018) bisa berjalan tanpa ada proses money politic," ujarnya.
Dalam kasus dugaan mahar politik ini, La Nyalla mengaku dimintai uang saksi sejumlah Rp 40 miliar oleh Prabowo Subianto saat pencalonan pemilihan gubernur Jawa Timur 2018. Menurut La Nyalla, Prabowo menyuruh dirinya memberikan uang itu sebelum tanggal 20 Desember 2017 agar dia bisa direkomendasikan Gerindra sebagai calon gubernur. Atas dugaan pemerasan tersebut, La Nyalla dan tim hukumnya berniat melaporkannya ke Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas politik uang yang diduga dilakukan oleh Gerindra.