TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap advokat Fredrich Yunadi sudah tepat. Menurut dia, tidak ada kriminalisasi yang dilakukan KPK kepada Fredrich.
Dia menjelaskan, hak imunitas advokat dalam Pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, harus dipahami dengan baik. Dalam pasal tersebut, advokat tidak dapat dituntut dalam menjalankan tugas profesinya jika mempunyai itikad baik untuk pembelaan kliennya dan menjalankan tugas sesuai peraturan perundangan. "Kalau dia tidak beritikad baik, dia bisa di pidana," kata Julius di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Minggu, 14 Januari 2018.
Baca: Fredrich Yunadi Tuding KPK Ingin Habisi Profesi Advokat
Senada dengan Julius, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama Satya Langkun menganggap penanganan KPK terhadap mantan pengacara korupsi e-KTP Setya Novanto itu masih dalam relnya. "Tidak ada aturan yang diterobos dalam penetapan tersangka dan penangkapan," katanya.
Julius menjelaskan, keterlibatan advokat dalam kasus korupsi juga bukan hal yang baru. Dalam catatan ICW setidaknya ada 20 kasus korupsi yang melibatkan advokat di dalamnya. Beberapa di antaranya terlibat dalam obstruction of justice atau merintangi dan menghalangi penyidikan seperti yang dilakukan Fredrich.
Contohnya, dia menuturkan, di tahun 2008, advokat Manatap Ambarita terjerat dalam perkara menghalangi proses pemeriksaan yang dilakukan kejaksaan terhadap tersangka tindak pidana korupsi penyalahgunaan sisa anggaran tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Baca: Soal Fredrich Yunadi, Peradi Sayangkan Satu Hal Ini
Tahun 2010, advokat Lambertus Palang Ama terlibat dalam kasus Gayus Tambunan dengan memberikan keterangan palsu dan merekayasa asal-usul uang Rp 28 miliar milik Gayus. Selain itu, Azmi bin Yusuf, pada tahun 2013, menghalangi penyidik dalam kasus korupsi yang melibatkan Neneng Sri Wahyuni, istri M. Nazarudin.
Fredrich mengklaim penahanannya oleh KPK merupakan bentuk menghabisi profesi advokat. Dia berdalih advokat tidak dapat dituntut perdata ataupun pidana. Dia menggunakan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan dipertegas dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26 Tahun 2013 sebagai dasar hukumnya.
"Hari ini saya bisa diperlakukan oleh KPK, berarti semua advokat itu akan diperlakukan hal yang sama," kata Fredrich setelah diperiksa di gedung KPK, Sabtu, 13 Januari 2018.
KPK menetapkan Fredrich Yunadi dan dokter dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo, sebagai tersangka pada Rabu, 10 Januari 2018. Keduanya diduga memaninipulasi data medis atas kecelakaan yang menimpa Setya Novanto pada 16 November 2017. Tujuannya, untuk menghindarkan Setya Novanto dati pemeriksaan oleh KPK.
Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini, keduanya telah ditahan di Rumah Tahanan KPK. Untuk Fredrich, KPK sebelumnya melakukan penjembutan paksa pada Jumat malam, 12 Januari 2018, karena dia mangkir dari panggilan.
LANI DIANA