TEMPO.CO, Jakarta - Akademisi dan advokat Abdul Fickar Hadjar menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang menahan bekas pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi bukan kriminalisasi atas profesi kuasa hukum.
"Tingkah laku FY (Fredrich Yunadi) sebagai advokat seperti dilakukan dalam membela SN (Setya Novanto) tidak mewakili tingkah laku seluruh advokat di Indonesia, karena itu kasusnya adalah kasus individual," kata Abdul melalui siaran pers, Ahad, 14 Januari 2018.
Baca: Soal Fredrich Yunadi, Peradi Sayangkan Satu Hal Ini
KPK menahan Fredrich pada Sabtu, 13 Januari 2018, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan menghalangi proses penyidikan terhadap Setya Novanto. Sebelum digiring ke Rumah Tahanan KPK, Fredrich sempat menuding tindakan lembaga antirasuah kepadanya itu merupakan upaya untuk menghabisi profesi pengacara.
Abdul menuturkan, peran dan fungsi advokat dalam perkara pidana adalah pembelaan baik pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Bentuk pembelaan itu, kata Abdul, berupa pendampingan atau tindakan lain seperti bersurat, mengajukan upaya hukum seperti praperadilan. Menurut Abdul, tujuan dari pendampingan adalah agar kliennya diperlakukan sesuai dengan hukum acara dan
hak asasi manusia.
“Tindakan memesan rumah sakit, merekayasa kecelakaan, mempublikasikan dengan berlebihan seperti benjol sebesar bakpao, merekayasa agar KPK tidak bisa masuk rumah sakit bukanlah merupakan bagian dari pembelaan,” ujar Abdul.
Baca: Fredrich Yunadi Ditahan, KPK: Masih Banyak Advokat Profesional
Menurut Abdul, penetapan tersangka atas dasar perbuatan Fredrich Yunadi tidak
memerlukan konfirmasi dari sidang etik profesi. Dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat, Abdul menjelaskan, penekananya pada melakukan pembelaan dengan itikad baik, kebebasan advokat mengeluarkan pendapat. “Bukan melakukan manipulasi agar klien tidak dipanggil, tidak diperiksa atau tidak ditahan,” tutur Abdul.