TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menjamin tiga jenis vaksin, yakni DPT-HB-Hib, DT, dan Td, yang akan digunakan dalam program outbreak respons immunization (ORI), akan cukup untuk menanggulangi kejadian luar biasa difteri di Indonesia.
Baca: Aturan Pemberian Vaksin Difteri untuk Anak dan Dewasa
Nila telah meminta PT Bio Farma, selaku BUMN yang memproduksi vaksin tersebut, meningkatkan kapasitas produksi dari yang tadinya 15 juta vial per tahun menjadi 19,5 juta vial per tahun.
"Cukup. Untuk upaya penanggulangan KLB difteri sebanyak 19,5 juta vial tahun 2018 akan tersedia untuk Indonesia,” ujar Nila, dalam keterangan pers Kementerian Kesehatan, Ahad, 14 Januari 2017.
Nila menjamin hal tersebut setelah memastikan kesiapan produksi PT Bio Farma dengan mendatangi pabriknya yang berada di Bandung bersama dengan Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf, Wakil Ketua Komisi IX Ermalena, dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Dodo Suhendar.
Kasus difteri di Jakarta, yang sudah masuk kategori KLB, mulai meresahkan masyarakat. Karena itu, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, pada 11 Januari, telah melakukan program ORI di beberapa tempat untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut.
Pencegahan difteri yang paling utama adalah dengan imunisasi. Di Indonesia, program imunisasi difteri sudah dilakukan lebih dari lima dasawarsa.
Vaksin untuk imunisasi difteri ada tiga jenis, yaitu vaksin DPT-HB-Hib, vaksin DT, dan vaksin Td, yang diberikan pada usia berbeda. Imunisasi difteri diberikan melalui imunisasi dasar pada bayi (di bawah 1 tahun) sebanyak tiga dosis vaksin DPT-HB-Hib dengan jarak satu bulan.
Selanjutnya, diberi imunisasi lanjutan (booster) pada anak umur 18 bulan sebanyak satu dosis vaksin DPT-HB-Hib. Pada anak sekolah tingkat dasar kelas 1 diberikan satu dosis vaksin DT, lalu pada murid kelas 2 diberikan satu dosis vaksin Td, kemudian pada murid kelas 5 diberikan satu dosis vaksin Td.
Baca: Difteri Cepat Menular, Orang Tua Harus Lakukan Ini
Keberhasilan pencegahan difteri dengan imunisasi sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi, yaitu minimal 95 persen. Munculnya wabah (KLB) difteri kemungkinan karena immunity gap, yaitu kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah.