TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan terdapat dua varian calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada.
Pertama, menurut Titi, calon tunggal merupakan orang yang sebelumnya sudah berkuasa atau petahana. Kedua, calon tunggal merupakan kerabat atau keluarga dari orang yang sedang berkuasa.
"Tahun 2017 lalu 90 persen calon tunggal itu petahana atau kerabat dari orang berkuasa," kata Titi dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 Januari 2018.
Baca juga: KPU: Ada Potensi Calon Tunggal di Pilkada 2018
Titi menjelaskan, berdasarkan data yang mereka miliki, pada pilkada tahun lalu terdapat 9 calon tunggal. Delapan diantaranya merupakan petahana di daerahnya masing-masing, sementara satu lagi merupakan anak dari Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, Karolin Margaret Natasa. Karolin saat itu maju dan menang dalam Pemilihan Bupati Landak.
Sementara itu, Berdasarkan data yang dimuat dalam situs resmi Komisi Pemilihan Umum, ada 13 daerah yang memiliki calon tunggal dalam Pilkada 2018.
Adapun daerah-daerah tersebut adalah apin, Enrekang, Mamasa, Puncak, Padang Lawas Utara, Pasuruan, Mimika, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Lebak, Karanganyar, Minahasa Tenggara, dan Kabupaten Prabumulih. Semua daerah tersebut merupakan daerah pemilihan yang berstatus kabupaten atau kota.
Baca juga: Calon Tunggal di Pilkada 2018, KPU Perpanjang Waktu Pendaftaran
Perihal fenomena calon tunggal, Ketua KPU Arief Budiman mengaku hal tersebut sudah berada di luar ranah lembaganya. Menurut dia, sebagai mesin kaderisasi, seharusnya partai politik yang menanggapi dan mengantisipasi munculnya calon tunggal.
KPU, kata Arief, akan memperpanjang masa pendaftaran di daerah dengan calon tunggal. Setelah pendaftaran ditutup pada 10 Januari lalu, KPU melakukan sosialisasi selama tiga hari. Kemudian KPU akan memberikan waktu tiga hari lagi untuk para calon melakukan pendaftaran.