TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK , Febri Diansyah, menilai komitmen partai politik dalam menetukan pasangan calon kepala daerah di pilkada 2018 bisa menjadi pemicu awal korupsi. "Karena yang pertama menyeleksi calon pemimpin itu parpol," kata dia di Kalibata, Jakarta, Kamis, 11 Januari 2018.
Menurut Febri, sistem kader dan rekrutmen yang tidak terukur menyebabkan orang-orang yang tidak punya integritas bisa ikut dalam pemilihan. "Orang yang tidak jelas, hanya karena memiliki sumber pendanaan atau kekuasaan, bisa maju dalam pemilihan," kata Febri.
Baca: Pilkada Serentak, ICW: Korupsi Juga Akan Serentak
Maka Febri meminta komitmen partai politik sebagai institusi yang diakui oleh negara agar tidak sembarangan dalam menentukan calon kepala daerah. Selain itu, kata Febri, partai politik harus memperbaiki sistem rekrutmen dan kaderisasi serta menegakkan kode etik internal.
Febri menuturkan keputusan partai politik yang serampangan dalam menentukan calon kepala daerah dapat berakibat kepala daerah itu rawan tersandung korupsi jika menjabat kelak. Data KPK menunjukan, dari 78 kepala daerah yang korupsi, mereka terjerat 92 perkara, seperti suap proyek, penempatan jabatan strategis hingga gratifikasi dan pencucian uang.
Simak: Fahri Hamzah Kritik Kandidat Pilkada Hasil Transaksi Politik
Febri melihat roda perputaran pendanaan parta politik menjadi celah yang rawan dengan risiko korupsi. Oleh sebab itu dia mengimbau agar pendanaan partai politik tidak dimanipulasi seperti saat pelaporan kekayaan atau kampanye. "Perputaran pendanaan partai politik semuanya harus bisa dipertanggungjawabkan," kata Febri.
Selama pilkada serentak, kata Febri, KPK akan tetap memproses jika ada calon kepala daerah yang dipanggil, baik sebagai saksi atau tasangkut kasus. "Kami tetap jalani koridor hukum, jika nanti ada yang kami panggil itu statusnya sebagai pihak yang dibutuhkan keterangan," katanya.
TAUFIQ SIDDIQ