TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corupption Watch (ICW) memprediksi praktik korupsi dalam pemilihan kepala daerah serentak 2018 juga akan terjadi secara serentak. "Lebih akan tersistematis, terstruktur dan masif," ujar Peneliti ICW Donal Fariz pada Kamis, 11 Januari 2018 di kantornya.
Menurut Donal, biaya politik yang mahal menjadi pemicu praktik korupsi, baik setelah kepala daerah itu terpilih atau belum. ICW mencatat selama 2010 hingga 2017, ada 215 kepala daerah menjadi tersangka korupsi dengan berbagai perkara seperti anggaran proyek, suap, pengesahan anggaran, korupsi pengadaan barang dan jasa.
Baca: Kapolri Tito Minta Kapolres Petakan Wilayah Rawan Konflik Pilkada
Donal mengatakan, adanya mahar politik antara partai politik dengan calon kepala daerah juga menjadi faktor lainnya. Apalagi, menurut dia, semakin hari mahar semakin mahal. "Belum lagi biaya kampanye yang mahal dan politik uang kepada masyarakat," ujarnya.
Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Almas Sjafrina mengatakan fenomena hari ini parpol menjual nominasi para calon kepala daerah hingga tidak lagi mengandalkan kadernya. Hal ini yang menurut dia sangat rentan untuk praktik suap.
Almas juga mengatakan biaya kampanye yang semakin meningkat menjadi penyebab rawannya korupsi di pilkada serentak 2018. Ia mencontohkan pada pemilihan gubernur DKI Jakarta yang habiskan Rp 80 miliar hanya untuk satu putaran. "Sedangkan saat Pilgub 2012 Jokowi dan Ahok tidak sampai segitu," ujarnya. Hal ini yang menurut Almas mendorong calon kepala daerah mencari sumber dana lain dari berbagai pihak untuk menutupinya.
Baca: Bahas Pilkada, DPR Akan Rapat Gabungan dengan KPK Hingga Polri
Pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya sepakat bahwa mahar politik di tahun politik ini semakin mahal. Meski ia enggan menyebutkan nominalnya, menurut Yunarto, naiknya mahar ini dikarenakan pemilu tahun ini berjalan paralel.
"Kemenangan parpol pada Pilkada akan berdampak ke Pemilu Legislatif, dan ujungnya akan menentukan Pemilihan Presiden tahun depan. Jadi Pilkada serentak ini mahal," kata Yunarto.
Berkaitan dengan itu, masyarakat dan pemerintah perlu mewaspadainya. Yunarto mengatakan, masa yang rawan saat pilkada terjadi mulai dari hulu hingga hilirnya, yaitu saat para calon belum dipinang oleh parpol hingga calon sudah menjadi di kepala daerah.
Di hilir misalnya, Yunarto menyebut korupsi bisa terjadi berupa politik uang kepada masyarakat dan mahar politik. "Ini (mahar politik) sudah menjadi tradisi meski sulit untuk dibuktikan namun harganya tahun ini jauh kali lipat naiknya," ujarnya.
TAUFIQ SIDDIQ