TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pelaksanaan pilkada 2018 rentan politik uang karena waktunya berdekatan dengan bulan puasa dan Lebaran. Pada bulan-bulan itu, kata dia, harga kebutuhan pokok biasanya meningkat dan masyarakat membutuhkan uang.
Pilkada serentak digelar pada 27 Juni 2018, sedangkan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 15-16 Juni 2018. "Semua wilayah berpotensi rentan politik uang, apalagi penyelesaian pilkada dekat dengan Lebaran dan puasa," kata Tjahjo Kumolo saat ditemui di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Desember 2018.
Baca: Satgas Anti Politik Uang KPK Awasi Calon Inkumben
Dia berharap penyelenggara dan pengawas pemilu membuat aturan dan sanksi yang jelas bagi pihak yang kedapatan melakukan politik uang. Sedangkan terhadap aparatur sipil negara, kata Tjahjo, pemerintah sudah memiliki sanksi tegas bagi pelaku politik uang.
Bawaslu menyatakan sudah siap mengantisipasi berbagai pelanggaran pemilu. Pada Selasa pagi, Bawaslu bertemu dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian untuk berkoordinasi dan membicarakan berbagai hal terkait dengan kemungkinan pelanggaran dalam pilkada.
Simak: Wakapolri: Seperti KPK, Polisi Tangani Politik Uang Pilkada 2018
Bawaslu mendukung rencana Kapolri membentuk Satuan Petugas Anti-Politik Uang untuk mengawasi jalannya pilkada 2018. "Harapannya, kita semua dapat saling berkoordinasi dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antarlembaga," kata Ketua Bawaslu Abhan.
Pengawasan pilkada makin ketat. Sebab, selain Satgas Anti-Politik Uang Polri, ada Satgas Anti-Politik Uang bentukan KPK serta Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang terdiri atas polisi dan jaksa.
Sentra Gakkumdu nantinya mengolah laporan masyarakat mengenai tindak pidana pemilu, termasuk politik uang. "Jadi nanti semua aduan kepada Satgas Anti-Politik Uang ini akan masuk ke Gakkumdu untuk diproses," ujar Abhan.