TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Ia mengaku telah menyelesaikan permasalahan hak tagih senilai Rp 4,8 triliun.
"Saya sudah menyelesaikan urusan BPPN dan sudah diaudit. Aturan sudah jelas sudah saya sampaikan semuanya," kata Syafruddin seusai diperiksa penyidik di kantor KPK, Jakarta Selatan pada Kamis 4 Januari 2017.
Baca: Kasus BLBI, KPK Belum Bisa Panggil Paksa Sjamsul Nursalim
Syafruddin pun menunjukkan hak tagih senilai Rp 4,8 triliun yang telah diberikan kepada Menteri Keuangan saat itu, Boediono. Pada 2007, surat tersebut diserahkan kepada Boediono dan dijual dengan harga Rp 220 miliar. "Jadi silakan saja, urusan saya sudah selesai kok," ujarnya.
Baca: Resolusi Tuntaskan Kasus BLBI, Ini Langkah yang Dilakukan KPK
Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim pada 2004. Akibat penerbitan surat tersebut, keuangan negara diduga dirugikan hingga Rp 4,58 triliun.
Sementara Boediono, saat kasus BLBI terjadi menjabat sebagai Menteri Keuangan 2001-2005. Dengan posisinya, Boediono ikut memberikan masukan mengenai penerbitan SKL untuk BDNI. Syafruddin kini ditahan di rumah tahanan klas 1 Jakarta Timur Cabang KPK.