TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Golkar, Melchias Marcus Mekeng. Gajar dan Melchias sedianya diperiksa sebagai saksi kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dengan tersangka Markus Nari.
Namun, menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, baik Ganjar maupun Melchias menyatakan belum dapat memenuhi panggilan tersebut. "Keduanya mengirimkan surat tidak dapat hadir dalam pemeriksaan," katanya di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Januari 2018.
Baca: KPK Periksa Wakil Bendahara Umum Golkar untuk Markus Nari
Menurut Febri, Ganjar dan Melchias menyertakan alasan ketidakhadiran dalam suratnya, yakni sedang ada kegiatan dinas. Febri menuturkan komisi antirasuah perlu uraian saksi mengenai seperti apa awal mula proses pembahasan proyek e-KTP hingga adanya permintaan penambahan anggaran. "Terutama untuk aspek peningkatan anggaran di sana," ujarnya.
Saat pembahasan anggaran e-KTP bergulir, Ganjar menjabat Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR. Namanya disebut dalam dakwaan jaksa penuntut umum untuk terpidana Andi Agustinus alias Andi Narogong pada Kamis, 9 Maret 2017.
Simak: Ganjar Pranowo Siap Mundur jika Terlibat Korupsi E-KTP
Ganjar disebut menerima uang US$ 520 ribu. Namun Ganjar telah membantahnya. "Saya tidak terima uang, sudah disampaikan di sidang Irman dan Sugiharto," katanya kepada ketua majelis hakim, John Halasan Butar Butar.
Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka dalam dua perkara. Perkara pertama, ia dijadikan tersangka menghalangi penyidikan karena menekan Miryam S. Haryani untuk memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan. Dalam kasus itu, Markus dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang diubah menjadi Undang-Undang 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lihat: KPK Selidiki Pertemuan Mekeng dan Setya Novanto Bahas E-KTP
Sedangkan perkara kedua, Markus menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP pada Rabu, 19 Juli 2017. KPK menduga anggota Dewan dari Partai Golkar periode 2009-2014 itu berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek e-KTP di DPR serta menerima aliran dana dari proyek tersebut.