TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golongan Karya Airlangga Hartarto mengatakan relatif kecilnya pembiayaan partai politik melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi alasan tingginya angka korupsi. Menurut dia, opsi pembiayaan partai melalui dana swasta atau dana publik harus dikedepankan.
"Saya pikir kedua opsi harus dibuka, kita belajar (sistem pembiayaan partai) dari negara lain," kata Airlangga kepada Tempo di kediamannya di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu, 24 Desember 2017.
Baca: Yang Dirangkul Airlangga Hartarto Setelah Dipecat Setya Novanto
Airlangga mengambil contoh sistem pembiayaan partai politik di Amerika Serikat. Di sana, kata dia, ada sistem bernama pork barrel, sistem yang mengalokasikan dana pemerintah untuk proyek lokal sesuai dengan daerah pemilihan anggota legislatif.
Sebagai contoh, kata dia, di Amerika calon presiden bisa memakai dana dari pemerintah untuk kegiatan kampanye politik. Hal tersebut akan mempermudah mereka yang tidak punya cukup modal utuk terjun ke jabatan publik.
Sedangkan di Indonesia, Airlangga mengibaratkan jabatan publik seperti sebuah produk konsumsi. "Industri kecil sulit bersaing dengan perusahaan multinasional," kata pria berusia 55 tahun ini. "Mau pasang iklan saja mahal sekali."
Simak: Pengamat SMRC: Kecil Peluang Jokowi Ganti Airlangga Hartarto
Meski begitu, kata Airlangga, baik partai politik maupun institusi pemerintahan lainnya harus tetap mengedepankan transparansi dalam setiap penjalanan maupun pembahasan programnya. Menurut dia, konsultasi publik perlu dilakukan agar masyarakat memiliki rasa memiliki terhadap program-program tersebut. "Dengan demikian rakyat merasakan kehadiran perwakilan mereka," ujar dia.
Airlangga berujar dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, opini publik menyatakan partai politik Indonesia sangat terimbas korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada tahun ini pun telah mengungkap puluhan kasus korupsi yang melibatkan kader-kader partai.
Lihat: Partai Golkar Dinilai Belum Terbuka, Ini Kata Airlangga Hartarto
Misalnya, mantan Bupati Nganjuk Taufiqqurahman yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi Supriono, serta anggotaDewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Golkar Markus Nari.
Kasus mantan Ketua Umum Partai Golkar sekaligus mantan Ketua DPR Setya Novanto menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Setya diduga melakukan korupsi dana proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP.