TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengajak masyarakat tak takut serta ragu lagi melawan gerakan fitnah dan ujaran kebencian menjelang pilkada 2018. "Calon kepala daerah harus bisa adu program, adu konsep. Jadi mari kita lawan (kampanye) yang sifatnya fitnah dan ujaran kebencian," ujar Tjahjo di Yogyakarta, Jumat, 29 Desember 2017.
Tjahjo menuturkan jangan sampai momen pilkada hanya milik para calon kepala daerah, sehingga mudah dipolitisasi untuk merusak persaudaraan di masyarakat. "Kami sudah sosialisasi, minta kepolisian periksa dan tindak tegas jika ada aduan dari masyarakat," ucapnya.
Tjahjo meminta, dengan potensialnya pilkada ditunggangi ujaran kebencian dan fitnah, hukum menjadi senjata utama untuk melawannya, terutama melalui delik aduan. "Kuncinya, masyarakat harus proaktif melaporkan," tuturnya.
Terlebih, kata Tjahjo, kalau ada pasangan calon yang terang-terangan berkampanye tidak soal program kerja, tapi menyerang lawan dengan fitnah dan ujaran kebencian. Baik secara langsung maupun lewat media sosial. "Kalau di lapangan terjadi satu-dua kasus gesekan, wajar. Tapi, kalau kampanye hitam, apalagi politik uang, itu harus dilawan," ucapnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md., menuturkan isu-isu primordialisme yang mengarah pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) memang menjadi hal yang paling diwaspadai dalam pilkada serentak 2018. Namun Mahfud melihat, dari data daerah yang dibeberkan Kementerian Dalam Negeri yang disebut daerah potensial isu SARA, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, ia tak bersepakat Jawa Timur masuk.
"Kalau Jawa Timur, antarcalonnya kan enggaka ada perbedaan ikatan primordial, sama-sama Jawa, muslim, dan kalangan NU (Nahdlatul Ulama). Cukup homogen di Jawa Timur, beda sama Jakarta," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO