TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) menganggap Komisi Penyiaran Indonesia tidak menjalankan kewenangannya dalam memberikan sanksi administratif atas pelanggaran isi siaran dengan benar. Padahal, menurut aktivis KNRP, Bayu Wardhani, pemberian sanksi oleh KPI sudah diatur dalam ketetapan Undang-Undang 32/2002 tentang Penyiaran Pasal 8 ayat (2) huruf d.
"KPI banyak memberikan pembinaan, peringatan, dan imbauan, tiga bentuk yang tidak termasuk sanksi administratif sesuai UU Penyiaran dan P3 & SPS," kata Bayu melalui keterangan tertulisnya pada Kamis, 28 Desember 2017.
Baca: Bisnis Radio Frekuensi Turun Akibat Tergerus Digitalisasi Media
Bayu mengatakan, KNRP meminta kepada Komisi Komunikasi Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengevaluasi KPI perihal implementasi pemberian sanksi atas pelanggaran isi siaran. Jika terus dibiarkan, kata Bayu, KPI akan semakin terlihat tidak berpegang teguh pada komitmennya untuk melindungi publik dari isi siaran yang melanggar tersebut.
"Juga menunjukkan KPI lebih melindungi kepentingan lembaga-lembaga penyiaran besar," kata Bayu.
Baca: KPI Ajukan Banding Putusan PTUN Soal Larangan Iklan Politik
Menurut catatan KNRP, dalam refleksi akhir tahun KPI 2016, KPI memberikan 23 pembinaan dan 154 peringatan tertulis. Jumlah imbauan tidak tertera dalam laporan tersebut. Sementara pada refleksi akhir tahun KPI 2017 tidak dilaporkan berapa jumlah pembinaan, peringatan, dan imbauan.
Melihat dua laporan akhir tahun tersebut, KNRP menganggap KPI masih tidak transparan kepada publik soal jumlah pemberian sanksi non-administratif kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. KNRP pun mempertanyakan pemberian sanksi non-administratif tersebut.
Masalahnya, dengan melakukan itu KPI terkesan melakukan penundaan terhadap pemberian sanksi administratif sesuai ketentuan yang sudah diatur. "Untuk pelanggaran berulang yang dilakukan beberapa program acara dari stasiun TV tertentu, KPI tidak memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan," kata Bayu.
Permintaan kepada DPR agar mengevaluasi KPI pernah dilontarkan sebelumnya pada Juni 2016 lalu. Permintaan ini muncul lantaran KNRP tidak puas dengan evaluasi dengar pendapat yang dilakukan KPI karena tidak mengkritisi kinerja sepuluh stasiun televisi swasta.
"Hanya diplomasi diksi bahasa semata," kata anggota KNRP, Lestari Nurhajati menggambarkan proses evaluasi oleh KPI kala itu. Direktur Remotivi Muhammad Heychael menggambarkan suasana evaluasi itu mirip lenong rumpi karena KPI berbalas pantun dengan perwakilan stasiun televisi swasta.