TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ari Santoso mengatakan, sistem zonasi sekolah memiliki beberapa manfaat dalam sistem pendidikan nasional.
"Zonasi sekolah menyasar perbaikan sistem pengawasan dan peran serta masyarakat dalam pendidikan nasional," kata Ari melalui keterangan tertulis, Rabu, 27 Desember 2017.
Baca juga: FSGI Minta Pemerintah Benahi Sistem Zonasi Sekolah
Pernyataan itu menanggapi kritik dari FGSI yang menilai sistem zonasi menimbulkan banyak masalah, di antaranya akses murid mendapatkan sekolah negeri jadi terbatas.
Selain itu, kata Ari, penetapan zonasi juga bertujuan untuk meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat sebagai penanggung jawab pendidikan. Hal ini merujuk kepada pendekatan sistem zonasi yang mengutamakan kedekatan wilayah antara sekolah dengan tempat tinggal.
Zonasi sekolah juga merupakan salah satu cara untuk melakukan pemerataan pendidikan. Ari mengatakan, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Mendikbud Nomor 17 / 2017 itu pun telah mendapatkan apresiasi dari Ombudsman Republik Indonesia.
Namun, ia pun tidak menyangkal bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dan disempurnakan terkait peraturan ini. Kemendikbud melalui Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, kata Ari, telah mengadakan rapat dengan dinas pendidikan se-Indonesia membahas evaluasi penerapan sistem zonasi sekolah. "Kemendikbud terbuka untuk menerima masukan dari berbagai pihak," tutur Ari.
Sebelumnya, Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI meminta pemerintah membenahi sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi. Sebab, sistem zonasi dianggap masih menimbulkan banyak masalah.
Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim mengatakan permasalahan sistem zonasi itu banyak terjadi di daerah. Akibatnya, peluang siswa untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri menjadi sangat tipis. Sebab, banyak kecamatan yang memiliki sedikit sekolah negeri.
Kisruh akibat sistem zonasi sekolah melalui PPDB online juga terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 dan SMAN 13 di Medan. Kedua sekolah tersebut menerima siswa tambahan di luar sistem PPDB online hingga 180 siswa. Namun para siswa tersebut dikenakan biaya tambahan masing-masing Rp 10 juta. "Belakangan, 180 siswa itu kemudian dianggap ilegal dan dipindahkan ke SMA swasta," kata Satriwan.
ADAM PRIREZA | ZARA AMELIA