TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI mengungkap tiga jaringan perdagangan orang selama tujuh bulan terakhir. Ketiganya merupakan jaringan perdagangan manusia Arab Saudi, Asia Pasifik, dan Cina dengan total korban sebanyak 196 orang.
Perdagangan manusia jaringan Arab Saudi bermula dari pemulangan sebanyak 39 pekerja migran Indonesia bernama Ati, oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia pada 3 Mei 2017. "Para korban dijanjikan bekerja sebagai asisten rumah tangga di Arab Saudi dengan iming-iming gaji sebesar US$ 250-300," kata Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat pada Kamis, 21 Desember 2017.
Baca: Polri Selamatkan 1.083 Orang Korban Perdagangan Manusia pada 2017
Setelah ditampung di rumah tersangka, korban diberangkatkan ke Bandara Juanda, Jawa Timur menuju Entikong, Kalimantan Barat hingga ke Miri, Serawak, dan Bandara Kuala Lumpur. Korban terlantar selama dua hari, sampai akhirnya diamankan oleh KBRI Kuala Lumpur. "Setelah dicek ternyata visa yang digunakan adalah visa ziarah, bukan visa kerja. Lalu korban dipulangkan ke Indonesia," kata Ari Dono.
Sedangkan, pengungkapan jaringan perdagangan manusia Malaysia berawal dari pemulangan sebanyak 152 pekerja migran Indonesia pada 25 Mei 2017 oleh KBRI Malaysia. Para korban adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yang diiming-imingi oleh PT Sofia Sukses Sejati untuk bekerja di perusahaan elektronik Malaysia. Namun, perusahaan itu disebut telah tutup dan korban malah dijanjikan kerja untuk perusahaan PT Kiss Produce dengan gaji 900 ringgit.
Baca: Ini Tiga Kawasan Sasaran Perdagangan Manusia
"Di Malaysia ternyata korban hanya digaji Rp 200 ribu dan harus membayar sarana serta prasarana sendiri. Padahal sebelumnya dijanjikan akan disediakan oleh PT Sofya Sukses Sejati," kata Kepala Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar Ferdi Sambo menjelaskan. Polisi Diraja Malaysia sempat mengira para korban sebagai pekerja ilegal dan menahan mereka selama sebulan sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
Adapun jaringan perdagangan manusia di Cina berawal dari pemulangan WNI sebanyak lima orang pada 3 November 2017. Kelima korban dijanjikan bekerja sebagai asisten rumah tangga. Mereka dideportasi setelah visanya diketahui merupakan visa wisata.
Dari tiga jaringan perdagangan manusia ini, polisi menangkap tujuh tersangka. Empat di antaranya merupakan tersangka jaringan Arab Saudi, yakni Maslachah, Fatmawati, Ujang, dan Rofik. Seorang tersangka dari jaringan Malaysia, yaitu Windi Hiqma Ardiani. Dua tersangka dari jaringan Cina, yakni Sulikah dan Achmad Yunadi.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa ijazah, kartu keluarga, paspor, visa, buku rekening, dokumen perjanjian kerja, tiket pesawat, fotokopi akte kelahiran, dan dokumen perjalanan lainnya.
Ketujuh tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Pasal 102, Pasal 103 UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Para tersangka juga terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dengan denda maksimal Rp 15 miliar.