TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebut masalah kebakaran hutan, kebun, dan lahan (karhutbunla) merupakan masalah strategis regional dan global. Persoalan ini, menurut dia, bukan hanya masalah yang dihadapi Indonesia.
"Alasannya adalah Indonesia dianggap paru-paru dunia," kata Wiranto saat memberikan sambutan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Karhutbunla di Jakarta pada Selasa, 19 Desember 2017.
Wiranto mengatakan, ketika terjadi kebakaran hutan di Indonesia, hutan Indonesia, yang disebut sebagai paru-paru dunia, akan berkurang. "Apalagi asap tidak mengenal batas wilayah, sehingga negara-negara tetangga akan terkena dampaknya," tuturnya. Karena itu, Wiranto menyebut karhutbunla ini menjadi masalah strategis regional.
Baca: Kebakaran Hutan, Sebagian Aceh Barat Diselimuti Asap Tebal
Dalam menangani permasalahan karhutbunla ini, Wiranto mengatakan, kementerian terkait sudah bersinergi dalam upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. "Urusan hulu atau pencegahan itu urusan Menko Perekonomian. Penanggulangannya, pasukan tempurnya itu Menkopolhukam," ujar Wiranto.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, menurut Wiranto, menjadi kementerian paling sibuk. Sebab, Kementerian ini akan mengurus masyarakat yang terkena dampak karhutla.
Titik api (hotspot) dan perkara karhutbunla tahun 2017 mengalami penurunan dibanding 2015. Wiranto menyampaikan hal ini bisa terjadi berkat kerja keras semua stakeholder.
Baca: Asian Games 2018, Ini Tekad Sumatera Selatan Bebas Bencana Asap
"Dilaporkan tadi oleh Menteri LHK ada penurunan yang sangat drastis betul, bukan karena kebetulan, bukan karena cuaca. Salah satunya karena usaha keras dari kita, dari semua stakeholder," tutur Wiranto.
Meski begitu, menurut Wiranto, masalah karhutbunla belum selesai. Dia menyebut masalah ini sama seperti penyakit. "Meski sudah diredam, akan muncul kembali jika perilaku masyarakat belum berubah."
Wiranto mengatakan, selain kultur masyarakat, perusahaan-perusahaan yang memperluas lahannya dengan membakar menjadi penyebab karhutbunla yang belum bisa diatasi. "Belum lagi keteledoran manusia. Ini penyakit yang masih ada," katanya.