TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, memastikan tak dicantumkannya sejumlah nama tokoh yang dicurigai menerima dana korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tak mempengaruhi sah atau tidaknya dakwaan terhadap Setya Novanto.
Febri mengatakan tak dicantumkannya sejumlah tokoh penerima fulus dalam dakwaan Setya—sebelumnya terungkap dalam dakwaan Irman dan Sugiharto—merupakan bagian dari strategi lembaganya. "Sebab, perbuatan dari setiap terdakwa berbeda-beda. Sehingga dakwaan terhadap terdakwa hanya menjelaskan peran spesifik yang melibatkannya dalam korupsi," kata Febri kepada Tempo, kemarin.
Baca juga: KPK Jawab Klaim Pengacara Soal Pemeriksaan Jantung Setya Novanto
Berkas dakwaan terhadap Setya, yang dibacakan pada Rabu pekan lalu, menggugurkan upayanya menggugat penetapan tersangka oleh KPK lewat praperadilan. Namun tim pengacara Setya mempersoalkan perbedaan isi dakwaan kliennya dengan berkas dakwaan Irman dan Sugiharto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, yang telah divonis pada Juli lalu dengan hukuman masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara dalam perkara yang sama.
Salah satu perbedaan yang dipermasalahkan adalah tak dicantumkannya sejumlah nama yang dicurigai diperkaya akibat korupsi ini. Mereka yang namanya tak lagi disebut di antaranya anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014.
Dalam dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto pada 9 Maret lalu, puluhan nama dari legislatif, eksekutif, dan swasta disebut menerima dana e-KTP. Sebanyak 21 nama tak disebutkan dalam berkas dakwaan Setya. Mereka antara lain bekas Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey; bekas Ketua Komisi Pemerintahan, Chairuman Harahap; Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo; bekas Ketua DPR, Marzuki Ali; anggota DPR, Agun Gunandjar Sudarsa; serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Menurut Febri, dakwaan atas Irman dan Sugiharto hanya menguraikan peran keduanya meloloskan proyek e-KTP di Kementerian. Adapun dakwaan atas Andi Agustinus alias Andi Narogong—kini dituntut 8 tahun penjara—mengungkap perannya sebagai pengusaha kaki tangan Setya dalam pelaksanaan proyek. "Sedangkan dalam dakwaan SN, kami menguraikan perannya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu," ucap Febri.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kaget namanya tercantum dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto. Dalam surat dakwaan tersebut, mantan anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat itu disebut ikut menerima duit US$ 84 ribu. "Saya kaget mendengar nama saya dicatut dan dituduh menerima dana bancakan e-KTP," kata Yasonna saat dihubungi, Jumat, 10 Maret 2017.
Olly Dondokambey juga membantah ikut dalam perkara korupsi e-KTP. Dia mengatakan tidak kenal orang-orang yang terlibat dalam proyek e-KTP. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Olly diduga menerima US$ 1,2 juta.
Adapun Chairuman Harahap menyanggah telah menerima duit US$ 584 ribu dan Rp 26 miliar dari proyek e-KTP saat menjadi saksi di sidang korupsi e-KTP pada 16 Maret 2017. Begitu pula Anas Urbaningrum, Agun Gunandjar Sudarsa, dan Marzuki Alie, yang berulang kali membantah menerima aliran dana e-KTP.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan siap bertanggung jawab jika terbukti ikut menerima uang proyek e-KTP. Meski demikian, ia tak mau berkomentar panjang mengenai ada-tidaknya penyebutan namanya dalam dakwaan Setya Novanto. "Kan yang menulis dakwaan bukan saya," kata Ganjar.
ISTMAN M.P. | LANI DIANA | INDRI MAULIDAR