Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mahkamah Konstitusi Tolak Perluasan Makna Zina, Komnas Mendukung

image-gnews
Ketua Komnas Perempuan, Azriana menyampaikan kata sambutan dalam acara peresmian Prasasti Tragedi Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Azriana mengapresiasi langkah Pemprov DKI yang merupakan awal bagi pemerintah untuk mengakui tragedi Mei 1998  TEMPO/Dhemas Reviyanto
Ketua Komnas Perempuan, Azriana menyampaikan kata sambutan dalam acara peresmian Prasasti Tragedi Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Azriana mengapresiasi langkah Pemprov DKI yang merupakan awal bagi pemerintah untuk mengakui tragedi Mei 1998 TEMPO/Dhemas Reviyanto
Iklan

Yogyakarta- Ketua Umum Komnas Perempuan Azriana R. Manalu menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi menolak uji materi perluasan makna tindak pidana zina, pemerkosaan, dan hubungan seks Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.

Uji materi pemohon, kata Azriana berbahaya bila disahkan karena akan ada banyak orang yang dikriminalisasi. Dia mencontohkan perempuan-perempuan yang tidak bisa mencatatkan perkawinannya sangat rentan dikriminalisasi. Perempuan-perempuan penghayat kepercayaan yang menikah tidak seperti enam agama yang diakui negara rentan dikriminalisasi.

Misalnya mereka yang menikah tanpa pemuka agama maupun rumah ibadah) seperti enam agama yang diakui negara. Ada juga perempuan yang menikah secara adat atau tidak tercatat pada negara. Tak hanya berhenti di situ, uji materi pemohon itu juga membahayakan perempuan korban pelecehan seksual dan remaja yang terpapar aktivitas seksual.

Penyelesaian zina lewat hukum berpotensi mengkriminalisasi dan penghakiman massa. “Bila uji materi dikabulkan, maka semua orang diberi kewenangan untuk mengadukan dan yang terjadi adalah penghakiman massa. Orang yang tidak zina pun rentan dikriminalisasi,” kata Azriana seusai mengisi diskusi Jaringan Perempuan Yogyakarta untuk kampanye Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan di Bantul, Yogyakarta, Jumat malam, 15 Desember 2017.

Jaringan Perempuan Yogyakarta dalam acara itu juga melibatkan komunitas di desa yang aktif mengadvokasi perempuan yang mengalami kekerasan seksual bersama jaringan aktivis, di antaranya Rifka Annisa Yogyakarta. Ada juga Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta.

Komnas Perempuan bersama jaringan aktivis hak-hak asassi manusia lainnya, di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merupakan kalangan yang berseberangan dengan pengaju uji materi ke MK. Komnas Perempuan mengikuti persidangan dan menyampaikan pandangan hukum. “Kami bersyukur MK menolak uji materi pemohon. Ya itu keputusan progresif. MK sebagai penjaga hak-hak konstitusi telah menjalankan perannya,” kata Azriana.

Putusan hakim MK sepanjang 500 halaman itu cukup melegakan Komnas Perempuan dan aktivis hak-hak sipil lainnya. Tapi, perjuangan untuk menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap perempuan maupun kalangan dengan beragam orientasi seksual itu belum cukup di situ. Pembahasan revisi pasal 284, 285, dan 292 dalam KUHP di DPR, kata dia perlu dikawal ketat. “Kami terus mendorong pemenuhan hak konstitusional. Keputusan MK menolak uji materi pemohon bagian dari proses pendidikan publik,” kata dia.

Komnas Perempuan menilai pendekatan norma-norma agama maupun moral tidak tepat digunakan untuk menghukum anak-anak remaja yang terpapar aktivitas seksual. Ada persoalan dalam sistem pendidikan karena kesehatan reproduksi dan pendidikan seks tidak diajarkan dengan baik sehingga mereka terpapar aktivitas seksual.

Ihwal uji materi tindak pidana pencabulan oleh Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender, kata Azriana tidak diperlukan. Sebab, KUHP telah mengatur hal itu. “Seharusnya bukan orientasi seksualnya yang dipersoalkan. Tapi, semua kekerasan seksual bisa menimpa kalangan heteroseksual maupun LGBT,” kata dia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia menilai ada upaya politisasi yang kuat pada pengajuan uji materi itu seiring dengan meningkatnya konservatisme agama, yang menyebarkan stereotipe maupun stigma terhadap LGBT. Banyak kalangan yang ingin memasukkan norma-norma agama dalam wilayah hukum. Bila situasi itu dibiarkan, maka kata Azriana akan mengancam hak orang atas rasa aman, bebas dari ancaman kekerasan, kriminalisasi.

Sebelumnya, saat membacakan putusannya, hakim konstitusi Maria Farida, mengatakan Mahkamah tidak berwenang memperluas makna ketiga pasal itu dalam KUHP sesuai dengan permintaan pemohon. Soalnya, kewenangan itu ada pada Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden yang membuat undang-undang. "Produk hukum pidana lahir dari kebijakan pidana pembentuk undang-undang. MK tidak boleh masuk wilayah politik hukum pidana," kata Maria.

Sidang uji materi berlangsung sejak Juni 2016 atas pengajuan gugatan oleh sejumlah orang yang dipimpin guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Euis Sunarti. Euis merupakan anggota Aliansi Cinta Keluarga atau AILA.

Euis dan kawan-kawannya berpendapat pelacuran, penyebaran penyakit kelamin, serta bertambahnya jumlah homoseksual dan lesbian semakin mengkhawatirkan sehingga dia meminta mereka dipidana.

Pasal yang digugat adalah Pasal 284 ayat (1) hingga ayat (5) KUHP yang mengatur pidana 9 bulan penjara bagi pria dan wanita yang melakukan gendak atau overspel, padahal berada dalam ikatan pernikahan monogami. Euis meminta makna frasa itu diperluas, sehingga mereka yang melakukan gendak di luar ikatan pernikahan juga dipidana. Pasal 285 yang mengatur tentang pidana 12 tahun penjara bagi yang memperkosa wanita di luar pernikahannya juga digugat. Pemohon meminta penghapusan frasa wanita karena pemerkosaan bisa juga terjadi terhadap laki-laki.

Beleid lain yang digugat adalah Pasal 292 KUHP yang mengatur tentang hukuman 5 tahun penjara bagi yang berhubungan seks sesama jenis dengan anak di bawah umur. Pemohon meminta hubungan penjara juga berlaku bagi mereka yang melakukan hubungan seks sesama jenis di usia dewasa.

Hakim menolak seluruh gugatan Euis dan kawan-kawan. Menurut Maria, ketertiban sosial tak dapat dibangun hanya dengan mengancam anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang.

SHINTA MAHARANI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Catatan-catatan Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2024

29 menit lalu

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar saat mengikuti Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pemilu 2024 atas permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 360/2024 tentang penetapan hasil pemilu di Gedung Mahkamah Kontitusi, Jakarta, Rabu 27 Maret 2024. TEMPO/Subekti.
Catatan-catatan Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2024

Sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 digelar kemarin. Seperti apa fakta-faktanya?


Respons Jokowi Soal Sidang Sengketa Pilpres di MK

1 jam lalu

Presiden Jokowi ditemui di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Respons Jokowi Soal Sidang Sengketa Pilpres di MK

Presiden Jokowi enggan berkomentar soal sengketa pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi


Puji Hasyim Asy'ari, Kuasa Hukum KPU Ditegur Ketua MK: Jangan Ditambah-ditambah!

1 jam lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pemilu 2024 atas permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 360/2024 tentang penetapan hasil pemilu di Gedung Mahkamah Kontitusi, Jakarta, Rabu 27 Maret 2024. TEMPO/Subekti.
Puji Hasyim Asy'ari, Kuasa Hukum KPU Ditegur Ketua MK: Jangan Ditambah-ditambah!

Ketua MK Suhartoyo menegur Kuasa Hukum KPU RI dalam sidang sengketa Pilpres pada hari ini.


Kronologi Hakim Konstitusi Anwar Usman Langgar Kode Etik Kedua Kalinya

2 jam lalu

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat mengikuti sidang putusan gugatan ulang batas usia capres cawapres di Ruang Sidang Lantai 2, Gedung I MK, Jakarta, Rabu, 29 November 2023. Dengan ditolaknya gugatan ulang tersebut membuat Gibran Rakabuming Raka tetap dapat menjadi cawapres dalam Pilpres 2024. TEMPO/Joseph
Kronologi Hakim Konstitusi Anwar Usman Langgar Kode Etik Kedua Kalinya

Hakim Konstitusi Anwar Usman kembali ditetapkan melanggar kode etik setelah dirinya dipecat dari jabatan Ketua MK.


KPU Tuding Dalil Anies-Muhaimin Tidak Jelas dan Kabur di Sidang MK

3 jam lalu

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari berbincang dengan Komisioner KPU Mochammad Afifuddin saat menghadiri Pemeriksaan Persidangan Penyampaian Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. Mahkamah Konstitusi memberi kesempatan kepada KPU sebagai termohon. TEMPO/Subekti.
KPU Tuding Dalil Anies-Muhaimin Tidak Jelas dan Kabur di Sidang MK

KPU menilai dalil permohonan Anies-Muhaimin dalam sengketa Pilpres tidak jelas dan kabur. Apa alasannya?


Putusan MKMK kepada Anwar Usman, Saldi Isra, dan Arief Hidayat terkait Laporan Dugaan Pelanggaran Etik

3 jam lalu

Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat memimpin sidang putusan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang dilaporkan oleh Zico Simanjuntak di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024. Mantan ketua MK Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik dan diberikan teguran tertulis atas kasus pernyataannya mantan ketua dalam konferensi pers pada November 2023 lalu. TEMPO/Subekti.
Putusan MKMK kepada Anwar Usman, Saldi Isra, dan Arief Hidayat terkait Laporan Dugaan Pelanggaran Etik

Berikut hasil putusan MKMK kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman, Saldi Isra, dan Arief Hidayat terkait laporan dugaan pelanggaran etik.


300 Orang Kirim Amicus Curiae ke MK terkait Sengketa Pilpres, Ini Artinya

3 jam lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
300 Orang Kirim Amicus Curiae ke MK terkait Sengketa Pilpres, Ini Artinya

Sebanyak 300 orang mengirimkan amicus curiae ke MK atas permohonan sengketa hasil Pilpres. Berikut penjelasan soal amicus curiae.


Sederet Fakta Anwar Usman Langgar Etik: Kronologi, Sanksi dari MKMK, hingga Respons Pelapor

3 jam lalu

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat mengikuti sidang putusan gugatan ulang batas usia capres cawapres di Ruang Sidang Lantai 2, Gedung I MK, Jakarta, Rabu, 29 November 2023. Dengan ditolaknya gugatan ulang tersebut membuat Gibran Rakabuming Raka tetap dapat menjadi cawapres dalam Pilpres 2024. TEMPO/Joseph
Sederet Fakta Anwar Usman Langgar Etik: Kronologi, Sanksi dari MKMK, hingga Respons Pelapor

MKMK memutuskan Hakim Konstitusi Anwar Usman melanggar etik. Berikut sederet fakta terkait putusan MKMK dan sanksinya.


Tim Hukum Ganjar Minta MK Tak Sekadar Periksa Perbedaan Perolehan Suara, Ini Alasannya

4 jam lalu

Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis memberikan kketerangan pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Selasa, 30 Januari 2024. Konferensi pers tersebut membahas perkembangan kasus hukum Aiman Witjaksono atas dugaan Polisi tidak netral dalam Pemilu 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Tim Hukum Ganjar Minta MK Tak Sekadar Periksa Perbedaan Perolehan Suara, Ini Alasannya

Tim Hukum Ganjar-Mahfud , Todung Mulya Lubis, meminta majelis hakim MK tidak hanya memeriksa masalah perbedaan perolehan suara. Apa alasannya?


Serba-serbi Sidang MK, Amicus Curiae hingga Gugatan Digabung

5 jam lalu

Petugas kepolisian bersenjata melakukan pengamanan disekitar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa 26 Maret 2024.  Satu hari jelang sidang perdana sengketa perselisihan hasil Pemilu 2024 pada hari Rabu 27 Maret 2024, pengamanan gedung MK diperketat. Untuk diketahui, pasangan capres-cawapres Pilpres 2024, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md mengajukan gugatan ke MK. TEMPO/Subekti.
Serba-serbi Sidang MK, Amicus Curiae hingga Gugatan Digabung

Warga sipil mengirimkan amicus curiae (sahabat pengadilan) ke MK