TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin memastikan Aksi Bela Palestina yang digelar pada Ahad, 17 Desember 2017, akan bebas dari unsur politik. Ma’ruf mengatakan aksi unjuk rasa ini murni untuk solidaritas terhadap bangsa Palestina.
"Aksi besok tidak ada kepentingan politik praktis. Ini untuk membela kemanusiaan serta keadilan," kata Ma’ruf di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 16 Desember 2017.
Maruf mengatakan aksi ini digelar untuk menyampaikan aspirasi umat Islam Indonesia terhadap penetapan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pernyataan tersebut disampaikan Trump pada 6 Desember 2017.
Baca: Menag Lukman Hakim Ungkap Alasan Indonesia Setia dengan Palestina
Selain bebas unsur politik, Ma’ruf memastikan aksi solidaritas besar-besaran itu akan berlangsung dengan aman dan tertib. "Aksi itu insya Allah akan aman karena tidak ada yang tidak mendukung untuk membela Palestina," ujarnya.
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir juga membenarkan pernyataan Maruf tersebut. Bachtiar mengimbau kepada para politikus yang akan menjadi peserta aksi Bela Palestina untuk tidak menyebarkan paham politik dalam acara tersebut.
"Kepada kawan-kawan politisi untuk tidak melakukan orasi yang membawa politik praktis karena kami sepakat bahwa tidak ada politik praktis, pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden," kata Bachtiar.
Baca: Alasan Said Aqil Siroj PBNU Tidak Ikut Aksi Bela Palestina
MUI akan memimpin aksi solidaritas untuk Palestina di Monumen Nasional, Ahad, 17 Desember 2017. Aksi ini digadang akan diikuti oleh sekitar 2 juta peserta dari 70 lebih ormas Islam seluruh Indonesia.
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan aksi digelar sebagai bentuk penolakan atas kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan memindahkan kantor Kedutaan Besar Amerika di Tel Aviv ke Yerusalem.
MUI menolak kebijakan tersebut karena Indonesia menentang segala bentuk penjajahan, termasuk terhadap Palestina. Menurut Ma’ruf, kebijakan Amerika itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang tercantum di Undang-Undang Dasar 1945.
Pernyataan Ma’ruf merespons sikap Presiden AS Donald Trump yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memulai proses pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Saat itu, Trump menuturkan keputusannya sebagai pemutusan terhadap kebijakan gagal selama puluhan tahun di Yerusalem. Banyak negara menolak keputusan ini.