TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, menilai ada dua kejanggalan dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kejanggalan pertama terkait isi dakwaan Setya Novanto yang tak sama dengan dakwaan Irman dan Sugiharto.
"Harusnya bunyinya sama karena mereka bersama-sama melakukan pidana. Kan tidak mungkin orang bersama-sama tapi dakwaannya berbeda," kata Maqdir saat dihubungi Tempo, Kamis, 14 Desember 2017.
Baca juga: Praperadilan Setya Novanto Gugur, Maqdir: Sudah Settingan KPK
Maqdir mempertanyakan mengapa ada keterangan bahwa Setya Novanto menerima uang US$ 7,3 juta dari proyek pengadaan kartu penduduk elektronik (e-KTP) dan jam tangan dalam dakwaan untuk Setya. Padahal, menurutnya, dakwaan Irman dan Sugiharto tak mencantumkan secara tegas terkait hal itu.
"Itu yang kami persoalkan ketika orang didakwa bersama-sama tapi ada perbedaan pada materi dakwaan," ujar Maqdir.
Kejanggalan kedua adalah ada penghilangan sejumlah nama penerima uang dalam perkara Setya Novanto. Nama-nama itu misalnya mereka yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat.
Tak hanya itu, ada juga penambahan nama baru yang tak ada dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, yakni Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung. "Kira-kira itu isinya (dalam poin eksepsi)," katanya.
Baca juga: Andi Narogong Bantah Atur Pertemuan Bahas E-KTP dengan Setnov
Setya Novanto adalah terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP. Ia diduga terlibat dalam korupsi proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. Sidang pokok perkara dimulai dengan pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 13 Desember 2017. Sebelumnya, KPK telah menetapkan Irman dan Sugiharto sebagai terdakwa e-KTP.