TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terdakwa korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto, Maqdir Ismail menduga, gugurnya gugatan praperadilan kliennya yang diputuskan hari ini sudah diatur sejak awal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Maqdir, pembacaan dakwaan memang bertujuan untuk menggugurkan sidang praperadilan.
"Tidak lebih dari itu. Jadi, ini memang sudah ada setting KPK seperti itu," kata Maqdir saat dihubungi Tempo pada Kamis, 14 Desember 2017.
Baca: Praperadilan Gugur, KPK: Tak Ada Pemaksaan Sidang Setya Novanto
Menurut Maqdir, KPK hendak membuktikan instansinya lebih hebat dari lembaga hukum yang lain. KPK juga diduga gengsi karena kalah dalam sidang praperadilan pertama Setya Novanto dengan hakim tunggal Cepi Iskandar.
Karena kekalahan itulah, menurut dia, KPK ingin memenangkan praperadilan kedua. "Tujuannya untuk membuktikan bahwa KPK itu lebih hebat dari lambaga negara apapun, sehingga mereka minta supaya praperadilan digugurkan," kata Maqdir.
Baca: Pengacara Setya: Sidang Dipaksakan untuk Gugurkan Praperadilan
Maqdir pun mempertanyakan kepentingan KPK yang meminta tim kuasa hukum Setya menyerahkan berkas tahap kedua dari penyidik ke penuntut umum. Menurut dia, KPK meminta penyerahan itu dikerjakan pada Selasa malam, 5 Desember 2017.
Penyerahan berkas pun baru dilakukan pada 6 Desember 2017 pukul 10.00 WIB dan dilimpahkan ke pengadilan pukul 15.00 WIB. "Gunanya melimpahkan cepat untuk menggugurkan praperadilan," ujar Maqdir.
Hakim tunggal Kusno mengugurkan gugatan praperadilan Setya Novanto. Kusno mendasarkan putusannnya pada pasal 82 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan putusan Mahkamah Konstitusi. Perkara praperadilan dinyatakan gugur jika persidangan pokok perkara dibuka untuk umum. “Saya menyatakan permohonan praperadilan pemohon gugur, " kata Hakim Kusno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 14 Desember 2017.
KPK menetapkan Setya sebagai tersangka e-KTP pada 17 Juli 2017. Namun, ia resmi mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 September 2017. Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar pun mengabulkan sebagian permohonan Setya pada 29 September 2017. Penetapan Setya sebagai tersangka dianggap tidak sah alias batal. KPK pun kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada 10 November 2017 setelah memiliki alat bukti baru.
Usai sidang praperadilan digelar, anggota Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Efi Laila mengatakan tak ada pemaksaan dalam sidang pokok perkara e-KTP Setya Novanto. Putusan praperadilan telah sesuai dengan aturan dalam KUHAP. "Praperadilan juga ketentuannya memang diputus dalam waktu tujuh hari, hakim sudah tawarkan sejak awal apakah akan ajukan kesimpulan atau tidak. Jadi tidak ada pemaksaan," kata dia.