TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyayangkan keputusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang sempat menunda persidangan pokok perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Setya Novanto. Sebab, penudaan itu akan mencederai upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi.
"Hakim seharusnya melanjutkan proses hukum terhadap terdakwa Setya Novanto karena dokter sudah menyatakan dia sehat," kata Emerson melalui keterangan tertulis pada Rabu, 13 Desember 2017.
Baca: Diare Setya Novanto, Batuk, dan Sidang E-KTP yang Diskors
Emerson menilai penundaan itu akan menjadi contoh buruk bagi upaya pemberantasan korupsi. Menurut dia, bukan tidak mungkin nantinya terdakwa korupsi lainnya akan berpura-pura sakit demi menghindari proses hukum.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dua kali menskors sidang pembacaan dakwaan terhadap Setya Novanto. Skors pertama untuk memberikan kesempatan terdakwa menjalani pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan karena Setya Novanto tak kunjung menjawab konfirmasi identitas yang diajukan majelis hakim. Skors kedua dilakukan agar majelis hakim bisa menentukan apakah sidang bisa dilanjutkan atau tidak.
Saat sidang, Setya tak menjawab pertanyaan hakim sebanyak tiga kali. Akhirnya, ia mulai membuka mulut dan mengutarakan mengalami diare. Ia mengaku bolak-balik toilet 20 kali dan tak diberi obat oleh dokter KPK. Setya juga kerap batuk-batuk ketika ditanyai oleh hakim.
Baca: Setya Novanto 3 Kali Diam Saat Ditanya Hakim Pengadilan Tipikor
Sementara itu, juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan tim dokter KPK telah memeriksa kondisi kesehatan Setya Novanto sebelum diberangkatkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut dia, dokter KPK menilai Setya layak menjalani persidangan bila dilihat dari aspek kesehatannya
LANI DIANA