TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Komariah Sapardjaja, menilai alat bukti yang telah digunakan dalam persidangan dapat digunakan kembali untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk dalam perkara kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto. Menurut dia, KPK memiliki kewenangan memperoleh alat bukti dari mana pun.
"Bukti dapat diperoleh dari mana pun, bahkan bukti dari perkara lain juga boleh digunakan," kata Komariah, yang juga mantan hakim agung, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 12 Desember 2017.
Baca juga: Saksi Ahli: KPK Bisa Tetapkan Setya Novanto Jadi Tersangka Lagi
Ia merujuk pada penggunaan sejumlah alat bukti dalam perkara korupsi e-KTP dengan dua terpidana pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Menurut Komariah, KPK bisa menggunakan bukti yang ada dalam persidangan keduanya untuk menjerat Setya Novanto.
Komariah menilai kasus korupsi e-KTP sangat kompleks dengan melibatkan sejumlah nama besar. "Bukti yang digunakan dalam satu perkara tertentu bisa digunakan untuk perkara lain. Apalagi kalau bukti itu kuat untuk menjadikan pemohon sebagai tersangka," tuturnya.
Keterangan ahli yang dihadirkan KPK itu sekaligus membantah anggapan kuasa hukum Setya Novanto, yang mempersoalkan alat bukti yang digunakan penyidik KPK untuk menjerat kliennya. Tim kuasa hukum mempersoalkan alat bukti dalam perkara korupsi proyek e-KTP untuk Irman dan Sugiharto yang juga digunakan untuk Setya Novanto.
Baca juga: Pengacara Setya Novanto: Pemutaran Video Sidang Andi Narogong Tak Relevan
Sidang praperadilan Setya Novanto berpacu dengan waktu sidang perdana pokok perkara Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang dijadwalkan pada Rabu, 13 Desember 2017. Terakhir, kubu Setya menghadirkan tiga saksi ahli. Hakim Kusno akan memutus praperadilan pada Kamis sore atau Jumat pagi, pekan ini.