TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan seharusnya gratifikasi bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara dilarang.
Selama ini, berdasarkan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pemberian berupa uang atau barang yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak disebut gratifikasi jika sudah melaporkannya ke KPK.
Baca juga: Lagi, Madun Serahkan Dokumen Korupsi KPK ke Bareskrim
"Kenapa kita tidak menolak dari awal gratifikasi? Nanti, kalau kita berkesempatan merevisi undang-undang tersebut, kita tolak saja dari awal gratifikasi itu, tidak boleh diterima," ujar Agus di Hotel Bidakara Jakarta, Selasa, 12 Desember 2017.
Selain itu, Agus menyebut, korupsi terjadi di Indonesia sejak lama, bahkan sejak zaman Pangeran Diponegoro. Agus mengatakan korupsi merupakan ancaman besar bagi bangsa ini. "Saya meyakini bahwa yang harus kita lakukan tidak hanya pada tataran prosedural dan formal, tapi juga menyentuh ke substansi yang kita lakukan setiap hari," tuturnya.
Menurut Agus, meski pelan dan terseok-seok, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia naik jika dibandingkan pada zaman Orde Baru. Sekarang Indonesia menduduki peringkat ke-3 di ASEAN.
Baca juga: Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim, Polisi Kaji Laporan Madun
Pada 1999, IPK Indonesia hanya meraih angka 17 dari skala 100. "Pelan-pelan kita naik. Hari ini kita 37, Thailand dan Filipina 35, Malaysia turun 49," kata Agus.
Capaian tersebut, kata Agus Rahardjo, perlu disyukuri. Namun jangan terlena. Sebab, korupsi merupakan ancaman bagi kehidupan bersama. Seluruh rakyat harus mampu meletakkan landasan yang lebih baik.