TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Komariah Emong Sapardjaja menjadi saksi ahli hukum pidana yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto. Dalam kesaksiannya, Komariah mengatakan KPK memiliki kewenangan untuk menetapkan status tersangka untuk kali kedua pasca-putusan praperadilan pertama.
"Dalam putusan MK (Mahkamah Konstitusi), penetapan tersangka boleh diulang kembali. Praperadilan hanya masalah formal saja," kata Komariah dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 12 Desember 2017.
Baca: Beda Hakim Kusno dan Cepi Iskandar di Praperadilan Setya Novanto
Argumen Komariah didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi 21 Tahun 2014, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Kedua beleid ini, kata Komariah, membuka ruang untuk menetapkan kembali status tersangka. "Ini bukan masalah yang tidak harus dipersoalkan karena ada putusan MK yang mengatur hal tersebut," ujarnya.
Dalam penetapan Setya sebagai tersangka, menurut Komariah, KPK sudah sesuai dengan Undang-Undang KPK mengenai penetapan tersangka. "Proses sudah berjalan di jalan yang benar," ujarnya. Misalnya, ia mengatakan, tidak ada norma yang menyatakan bahwa KPK baru bisa menetapkan tersangka di akhir penyidikan. "Itu sama sekali tidak benar, norma itu tidak ada," ujarnya.
Menurut dia, penetapan seseorang sebagai tersangka bisa dilakukan selama ada bukti permulaan yang cukup. Alat bukti tersebut bisa diperoleh dari mana pun. "Bukti di perkara tertentu boleh digunakan dalam perkara yang lain. Itu sudah ada yurisprudensi, kenapa harus dipersiapkan lagi," ujarnya.
Baca: KPK Pastikan Jerat Setya Novanto dengan Alat Bukti Baru
Dalam sidang praperadilan Setya Novanto hari ini, KPK menghadirkan dua saksi ahli hukum. Selain Komariah, KPK juga menghadirkan ahli hukum Mahmud Mulyadi.