TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan saat ini pemerintah berusaha mengumpulkan arsip-arsip sejarah langka. Salah satunya adalah naskah kuno I La Galigo, epik mitologi dari Sulawesi Selatan.
I La Galigo merupakan naskah terpanjang di dunia dengan 13 ribu baris teks dan 12 ribu manuskrip folio. "Saat ini baru berhasil dialih bahasa ke Indonesia sebanyak tiga jilid dari total 12 jilid," kata Hilmar saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Sabtu, 9 Desember 2017.
Baca Juga:
Baca juga: Utusan Istana Menjenguk Penghafal Naskah 'I La Galigo'
Menurut Hilmar, program ini baru berjalan pada 2017. Untuk 2018, akan dilakukan penganggaran melalui Direktorat Sejarah. "Penggarapan naskah I La Galigo ini bermula setelah kami bertemu dengan Bu Nurhayati yang sudah puluhan tahun mempelajari naskah tersebut," tuturnya.
Kendala yang dihadapi, kata Hilmar, yakni kurangnya sumber daya manusia yang bisa mengerti akan literasi dari naskah kuno I La Galigo tersebut. Selain Nurhayati, hanya ada dua orang lagi yang benar-benar bisa dilibatkan. "Sebenarnya ada lagi seorang yang bisa membaca aksara dari I La Galigo tetapi bahasa Indonesia-nya kurang begitu bagus, jadi saat ini fokusnya memperbanyak SDM untuk mengerjakan," katanya.
Baca Juga:
Hilmar menambahkan, untuk pengumpulan sumber sejarah Indonesia ini bukan hanya naskah kuno seperti I La Galigo tadi. Saat ini, kata dia, sedang dilakukan riset di Jepang untuk mengumpulkan foto-foto karya jurnalis pada Perang Dunia Kedua. "Pengumpulan foto-foto tersebut masih diproses," kata dia.
Baca juga: I La Galigo, Mitologi Sarat Perdamaian
Menurut dia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sedang mengumpulkan arsip suara milik peneliti Belanda yang melakukan riset di Indonesia pada 1920. Arsip tersebut masih tersimpan di salah satu museum di Berlin. "Nantinya itu bisa dinikmati di Indonesia," katanya.