TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Komite Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam Muhammad Al-Fayyadl mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek pembangunan bandara internasional baru Yogyakarta atau Bandara Kulon Progo. Menurutnya pembangunan bandara tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam.
“Perkembangan terkini di desa-desa yang terdampak telah dilakukan penggusuran masif atas lahan-lahan dan perumahan warga. Warga yang bertahan diintimidasi dan ditekan untuk melepaskan lahannya,” kata Al-Fayyadl melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 Desember 2017.
Baca: Warga Penolak Bandara Kulon Progo Bentrok dengan Polisi
Front Nahdliyin menyoroti jual beli tanah warga Kulon Progo dengan pemerintah yang dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam. Menurut Al-Fayyadl banyak warga yang mengatu tidak menjual tanah mereka. “Skema aneh tersebut melanggar syarat utama berlangsungnya akad jual-beli yang sah, yaitu prinsip kesukarelaan kedua belah pihak (’an taraadlin) sebagaimana dinyatakan dalam kitab-kitab Fiqh,” ujar Al-Fayyadl.
Al-Fayyadl berujar pembangunan bandara itu akan menghabiskan 637 hektare lahan pertanian produktif dengan warga terdampak 11.501 jiwa. “Pembangunan ini otomatis menghancurkan ekosistem dan budaya agraris di daerah Kulon Progo yang terkenal dengan produk-produk pertaniannya,” tutur dia.
Simak: YLBHI Kecam Pengosongan Paksa Lokasi Bandara Kulonprogo
Sejumlah warga penolak pembangunan Bandara Kulon Progo di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, bentrok dengan aparat kepolisian setempat saat eksekusi pengosongan lahan area bandara baru, Selasa, 5 Desember 2017. Bentrokan tak terhindarkan ketika ratusan anggota Polres Kulon Progo yang mengawal alat berat untuk pengosongan lahan bandara dihadang warga penolak dan relawan yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP).
Atas peristiwa tersebut Front Nahdliyin meminta pemerintah untuk segera menghentikan proyek pembangunan itu. Al-Fayyadl berpendapat tindakan pemerintah itu merupakan intimidasi terhadap warga Kulon Progo. “Kami mendesak pemerintah mengembalikan hak-hak warga yang telah dirusak selama proses pengosongan lahan,” kata dia.