TEMPO.CO, Jakarta- Kuasa hukum terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Samsul Huda berharap hukuman yang ringan untuk kliennya. Harapan itu disampaikan usai Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Andi dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
"Harapan kami bisa lebih ringan dari yang disampaikan JPU tadi," kata Samsul Huda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Kamis, 7 Desember 2017.
Baca: Jaksa Sebut Nama yang Diperkaya Andi Narogong di Kasus E-KTP
Samsul mengatakan, harapan untuk mendapat hukuman seringan mungkin untuk Andi didasarkan pada sikap koperatif yang telah ditunjukkan oleh kliennya itu. Terlebih, Andi juga telah menjadi justice collaborator oleh KPK.
Pada persidangan 30 November 2017, Andi membeberkan peran sejumlah nama yang terlibat dalam proyek e-KTP seperti Setya Novanto, Paulus Tannos, Johannes Marliem, Anang Sugiana Sudihardjo, Made Oka Masagung, Irman, Asmin Aulia dan lainnya. Andi juga membeberkan sejumlah pertemuan ihwal pembahasan proyek e-KTP.
Baca: Andi Narogong Dutuntut 8 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar
Jaksa menilai Andi telah melanggar Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain hukuman penjara, Andi dituntut membayar denda Rp 1 miliar. Atas denda itu, Samsul juga berharap adanya keringanan. "Kalau bisa tidak lebih dari Rp 200 juta," ujarnya.
Tentang pengembalian uang yang dinikmati Andi Narogong dari korupsi megaproyek senilai Rp 5,84 triliun itu, Samsul mengatakan kliennya siap mengembalikan. Pada sidang sebelumnya, Andi berjanji akan mengembalikan uang yang diterimanya dalam proyek e-KTP. Andi mengaku mengeluarkan uang sebesar US$ 2,2 juta dan kemudian mendapat US$ 2,5 juta dari proyek tersebut. "Tentu itu akan dikembalikan 100 persen," kata Samsul.